Operasi Penyergapan Teroris Perlu Diaudit

Operasi Penyergapan Teroris Perlu Diaudit

Operasi Penyergapan Teroris Perlu Diaudit

Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon menilai pola penyergapan teroris yang dilakukan Densus 88/Antiteror terhadap seseorang terduga teroris kurang memperhatikan kaidah HAM.

Hal ini dikatakan Fadli terkait operasi penangkapan terduga teroris di beberapa kota.

Seperti halnya di Bandung operasi berlangsung sekitar 8 jam dengan 3 orang terduga teroris tewas. Operasi juga dilakukan di Tangerang Selatan, Kendal, dan Kebumen. Hasilnya, 13 orang ditangkap dan 7 orang terduga tewas.

“Prosedur operasi penangkapan teroris juga harus memperhatikan aspek penegakan hukum dan HAM. Seseorang yang baru menjadi terduga, harusnya diberi hak untuk keadilan,” ujar Fadli Zon di Jakarta, Jumat (10/5).

Dirinya juga mencontohkan terjadi kesalahan pemukulan terhadap warga, dalam operasi penangkapan teroris di Karanganyar 2012 lalu.

“Kadang perlakuan di lapangan terhadap seseorang yang baru saja terduga teroris kurang memperhatikan kaidah HAM, padahal ditonton oleh publik,” lanjutnya.

Lebih lanjut kata Fadli, pemberantasan terorisme, harus diiringi pencegahan sistemik. Menurutnya, kemiskinan dan ketidakadilan merupakan kunci utama kenapa benih radikal teroris masih mudah bermunculan. Ia menduga, aktivitas radikal teroris itu mungkin juga adalah aksi balas dendam terhadap tindakan aparat yang represif.

“Upaya balas dendam terhadap tindakan aparat yang represif, bisa juga menjadi alasan munculnya kembali aktivitas radikal teroris. Tokoh-tokoh agama perlu dilibatkan agar ada persuasi. Jangan ulang kesalahan kekerasan di Guantanamo dan Abu Ghuraib,” pungkasnya.

Tak hanya menyoal kepada cara penyergapan teroris, dirinya juga menilai operasi penyergapan itu patut dievaluasi karena memakan operasi yang berdurasi panjang.

“Kita patut apresiasi kerja Densus 88. Namun di sisi lain,operasi berdurasi panjang, patut dievaluasi dan diaudit. Kenapa begitu lama? Dan sudahkan sesuai prosedur? Apakah memang bisa diliput live oleh media?” paparnya.

Ia menyebut, jangan sampai rakyat hanya disuguhkan ‘Teroristainment’. Menurutnya, operasi dan panjang seperti itu bisa memicu radikalisme baru dan dendam lebih hebat dari kerabat dekat, apalagi, lanjut dia, masih dalam status terduga teroris.

“Operasi harusnya bisa lebih singkat. Apalagi jumlah terduga teroris jauh lebih sedikit dan minim perlawanan sedangkan operasi didukung aparat cukup banyak. Peluru royal sekali berhamburan tapi terlihat satu arah. Apakah memang ada baku tembak? Tak perlu rakyat disuguhkan ‘Teroristainment’. Berbahaya,” tandasnya. (Astri Novaria)