Menipis atau Eksploitasi

Menipis atau Eksploitasi
Energi TerbarukanPADA 2011, pemerintah merevisi target produksi minyak (lifting) dari semula ditargetkan 970 ribu barel per hari (bph) menjadi 945 ribu sampai 952 ribu bph.

Beberapa faktor penghambat produksi minyak tahun itu di antaranya penurunan produksi alamiah sekitar 12 persen per tahun, pemberlakuan asas sabotage pada kegiatan usaha hulu migas per 1 Januari 2011.

Kebijakan ini mengacu pada Inpres Nomor 5 tahun 2005 yang akan berdampak serius terhadap produksi minyak nasional. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kala itu, Darwin Zahedy Saleh menegaskan, sumur-sumur yang sudah tua di Indonesia juga memengaruhi pencapaian minyak di Indonesia.

Saat ini, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), pada 2013 menargetkan menekan penurunan produksi minyak sebesar 0,2 persen.

Penekanan laju penurunan ini dengan berbagai upaya, seperti pengeboran pengembangan, work over, well service dan optimasi fasilitas yang didukung perubahan struktur organisasi.

Tanpa melakukan kegiatan apapun, maka laju penurunan produksi minyak tahun ini diperkirakan mencapai 21 persen

“Tahun ini kami menargetkan laju penurunan produksi minyak menjadi hanya 0 persen, dan produksi gas dapat ditingkatkan hingga 4,2 persen,” ujar Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini yang dikutip tribunnews.com.

Fakta menyebutkan, tingkat produksi minyak Indonesia terus mengalami penurunan. Pada 2012 merosot ke angka 826.000 barel per hari. Sementara, pada 2013 hanya ditargetkan 830.000 barel perhari.

Menurut Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon, merosotnya produksi minyak terus terjadi di dua periode pemerintahan Presiden SBY.

Pada 2007, turun menjadi 964.000 barel dan di 2012 sebanyak 826.000 barel perhari. Bandingkan dengan 2001 yang mampu memproduksi 1.3 juta barel perhari.

Kebutuhan minyak per hari mencapai 1,3 juta barel. Sementara produksi hanya mampu 826.000 barel per hari. Sisanya, ditutup lewat impor dan biaya subsidi.

Padahal, pandangan orang awam bahwa sejak dulu Indonesia kaya akan sumber daya alam., termasuk minyak dan gas. Hampir di seluruh penjuru Tanah Air memiliki kekayaan akan minyak dan gas.  Hanya, sejak berpuluh-puluh tahun pula, kekayaan itu diekslpoitasi habis-habisan untuk kepentingan segelintir orang.

Bayangkan, jika eksploitasi itu sudah berlangsung puluhan tahun lalu. Jika per hari bisa menghasilkan 826.000 barel pada 2012, sudah berapa banyak energi minyak Indonesia ‘dijual’.

Kita bisa berkaca dari zaman Orde Baru yang mengeksploitasi hampir seluruh kekayaan alam Indonesia tanpa batas. Apalagi, dengan menggunakan atau kerjasama dengan pihak asing. Padahal, lebih dari 50 persen kepemilikannya sudah menjadi milik asing.

Hampir tak bisa dibayangkan bagaimana penderitaan kita saat ini, bahkan anak cucu kita jika produksi minyak terus menurun dari tahun ke tahun dengan dalih yang dibuat-buat.

Miris rasanya mendengar pernyatan Menteri ESDM Jero Wacik yang menyatakan, persediaan minyak bumi kita sudah menipis yang mengharuskan rakyat Indonesia berhemat.

Padahal, ada 52 sumur minyak milik Pertamina yang menganggur dan ada pula sumur minyak yang dihentikan kegiatan operasinya oleh Pertamina karena tak ada dana.

Sekarang, 90 persen eksplorasi minyak masih terpusat di kawasan barat. Padahal, potensi di kawasan timur sangat besar. Masih ada 100 blok di sana yang diprediksi memiliki cadangan minyak besar. Tapi tak dieksplorasi.

Jika memang menipis, kenapa tidak sejak dulu berpikir ketika kumandang menghentikan ekspoitasi kekayaan alam Indonesia oleh pihak asing disuarakan sejumlah aktivis lingkungan.

Kenyataannya eksploitasi yang tak terkendali membuat persediaan kekayaan alam Indonesia terutama minyak semakin menipis. Sudah saatnya kita perbaiki diri, jangan hanya mementingkan kebutuhan kantong pribadi dengan mengorbankan rakyat awam. Semoga Indonesia akan tetap kaya akan sumber daya alam. Persediaan yang menipis mudahan hanya perkiraan. (*)