Mayoritas Pegawai BUMN dan ASN Pilih 02, Fadli Zon: Kok Jokowi-Maruf Amin Bisa Menang Ya?

Mayoritas Pegawai BUMN dan ASN Pilih 02, Fadli Zon: Kok Jokowi-Maruf Amin Bisa Menang Ya?

wakil-ketua-umum-partai-gerindra-fadli-zon-di-kompastv

Fadli Zon, anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, sependapat dengan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

Moeldoko sebelumnya menyebut mayoritas pegawai BUMN dan Aparatur Sipil Negara (ASN) memilih pasangan Prabowo-Sandi saat Pemilu 17 April 2019.

Bahkan, menurutnya bukan hanya ASN, namun mayoritas masyarakat juga sebenarnya memilih Prabowo-Sandi.

“Pertanyaan berikutnya kan ironis, kok (Jokowi-Maruf Amin) bisa menang ya? Makanya kemudian orang menduga ada kecurangan,” kata Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/5/2019).

Ada pun menurut Fadli Zon, mobilisasi ASN yang dimaksud BPN dalam berkas gugatan Pemilu Presiden 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), adalah mobilisasi yang dilakukan oleh pimpinan ASN.

“Sekarang kan mobilisasi itu bisa terlihat, tentu bukan dari ASN-nya secara massa. tapi dari pimpinan- pimpinannya, imbauannya, fasilitasnya, kan bisa pakai fasilitasnya,” tuturnya.

“Misal datang ke suatu tempat kemudian ada fasilitas ASN untuk masyarakat diberikan sesuatu. Kita lihat kok di beberapa tempat,” sambung Fadli Zon.

Sebelumnya, Moeldoko membantah tudingan Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, yang menyebut calon presiden petahana Joko Widodo menyalahgunakan BUMN semasa kampanye Pilpres 2019.

“Menggerakkan BUMN? Tahu enggak BUMN yang milih 02 (Prabowo-Sandiaga)? 78 persen. Menggerakkan ASN (aparatur sipil negara)? ASN 72 persen yang milih 02,” ungkap Moeldoko di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (28/5/2019).

“Di mana menggerakkan? Menggerakkan polisi? Buktinya di Aceh, NTB, Sumbar kalah telak (Jokowi-Maruf Amin),” sambung Moeldoko.

Menurut mantan Panglima TNI itu, jika pasangan nomor urut 01 Jokowi-Maruf Amin menggerakkan BUMN hingga kepolisian dalam kampanye Pilpres 2019, maka suara yang diraih seharusnya besar di lingkungan karyawan BUMN maupun penegak hukum.

“Mana yang digerakkan? Kalau digerakkan 100 persen semua (pilih Jokowi). Di Paspampres kalah, di perumahan Sekretaris Negara kalah, terus mana yang digerakkan?” paparnya.

Diketahuinya pencapaian suara Prabowo Subianto-Sandiaga Uno cukup besar di lingkungan karyawan BUMN dan ASN, kata Moeldoko, berdasarkan survei tim internal Tim Kampanye Nasional Jokowi-Maruf Amin.

Sementara, dirinya yang baru saja bertemu Presiden Jokowi, mengaku membahas soal gugatan hasil rekapitulasi suara KPU yang diajukan BPN Prabowo-Sandi ke MK.

Namun, Moeldoko tidak menyebut secara rinci pembahasan yang dilakukan dengan Jokowi.

“Konsolidasi tentang perkembangan terakhir di MK seperti apa,” katanya.

Sebelumnya, Tim Hukum BPN Prabowo-Sandi melayangkan gugatan hasil Pilpres 2019 ke MK.

Dalam berkas gugatan tersebut, pasangan 02 itu juga mengungkap lima bentuk dugaan pelanggaran dan kecurangan masif dalam Pilpres 2019 yang dilakukan Jokowi-Maruf Amin.

BPN menyebut lima jenis kecurangan itu adalah penyalahgunaan anggaran belanja negara dan atau program kerja pemerintah, dan ketidaknetralan aparat negara (polisi dan intelijen).

Juga, penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, pembatasan kebebasan media dan pers, serta diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegakkan hukum.

Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengajukan gugatan hasil Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Tim kuasa hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno telah mengajukan gugatan ke MK pada Jumat (24/5/2019) lalu.

Prabowo-Sandi menggugat hasil Pilpres setelah kalah suara dari pasangan nomor urut 01 Joko Widodo-Maruf Amin.

Menurut hasil rekapitulasi KPU, jumlah perolehan suara Jokowi-Maruf Amin mencapai 85.607.362 atau 55,50 persen suara.

Sedangkan perolehan suara Prabowo-Sandi sebanyak 68.650.239 atau 44,50 persen suara. Dalam gugatan yang diajukan ke MK, Prabowo-Sandi mengajukan tujuh poin tuntutan.

Tujuh poin tuntutan tersebut meliputi permintaan diskualifikasi terhadap paslon 01 hingga permohonan penetapan paslon 02 sebagai presiden dan wakil presiden.

Berikut ini tujuh poin tuntutan Prabowo-Sandi yang diajukan ke MK:

1. Mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya.

2. Menyatakan batal dan tidak sah Keputusan KPU Nomor 987/PL.01.08-KPT/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilu Presiden, Anggota DPRD, DPD tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Nasional di Tingkat Nasional dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2019.

3. Menyatakan Capres Joko Widodo dan KH Ma’ruf Amin terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran dan kecurangan pemilu secara terstruktur, sistematis dan masif.

4. Membatalkan (mendiskualifikasi) pasangan calon presiden dan wakil nomor urut 01, Presiden H Joko Widodo dan KH Maruf Amin sebagai Peserta Pilpres 2019.

5. Menetapkan pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Nomor urut 2 H Prabowo Subianto dan H Sandiaga Salahudin Uno sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode tahun 2019-2024.

6. Memerintahkan kepada Termohon (KPU) untuk seketika untuk mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan H Prabowo Subianto dan H Sandiaga Salahudin Uno sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode tahun 2019-2014. atau:

7. Memerintahkan Termohon (KPU) untuk melaksanakan Pemungutan Suara Ulang secara jujur dan adil di seluruh wilayah Indonesia.

Pasangan calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, memasukkan permohonan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2019 untuk pemilihan presiden (pilpres).

Permohonan sengketa itu diajukan pada ‘last minutes.’ Prabowo-Sandi memasukkan permohonan sengketa pada Jumat (24/5/2019) sekitar pukul 22.35 WIB, atau hanya berjarak sekira satu setengah jam dari batas waktu penutupan pendaftaran pada Jumat pukul 24.00 WIB.

Hasyim Djojohadikusumo, Bambang Widjojanto, dan Denny Indrayana, berdiri di barisan paling depan, disusul di belakangnya tim hukum dari Prabowo-Sandi.

Sementara, pengamat politik Ray Rangkuti menilai, langkah Denny Indrayana dan BW menjadi tim kuasa hukum pasangan 02, perlu dipertanyakan.

Terlebih, Denny Indrayana saat ini menjabat sebagai ASN, dan BW merupakan anggota TGUPP DKI Jakarta.

“Memang pendekatannya agak sulit, kalau berkaitan dengan hukum. Tapi kalau secara etik harus dipertanyakan, ini patut atau tidak?” kata Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) kepada wartawan, Sabtu (25/5/2019).

Sekalipun, pekerjaan mereka saat ini merupakan pekerjaan profesional, namun langkah keduanya kurang tepat, jika didekati dari aspek etik.

Status Bambang Widjojanto di TUGPP, apakah digaji pakai uang APBD DKI atau ada mekanisme lain yang digunakan?

“Ini jelas tidak tepat, meskipun BW menyatakan bahwa akan menjaga netralitas dan menyebut itu kliennya, tapi semua itu ada batas-batasannya juga. Kita lihat, apakah benar mereka tidak menerima gaji dari APBD,” paparnya.

Terlebih, kepada BW, Ray Rangkuti meminta agar bisa memperjelas statusnya.

Status dia yang saat ini sebagai anggota TGUPP ini apakah murni melalui gaji belanja Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, apakah tidak menggunakan APBD DKI?

“Sebenarnya kalau BW menerima gaji nomenklaturnya itu seperti apa? Kalau tidak langsung dari APBD DKI, hal itu akan membuat BW lebih leluasa. Tapi jika langsung dari APBD, tentu harus dibuatkan dan diperkuat aturan jelasnya,” bebernya.

Ray Rangkuti meminta, Pemprov DKI maupun BW bisa menjelaskan aturannya seperti apa.

“Hal itu agar clear, apabila BW ingin bekerja profesional mendampingi capres 02 menggugat ke MK,” cetusnya.

Di sisi lain, Denny Indrayana meminta agar tidak ada pihak yang mengganggu proses persidangan di Mahkamah Konstitusi.

Hal itu dikatakan olehnya, menyusul adanya isu yang akan mengangkat kembali kasus yang dialami oleh Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi Bambang Widjojanto.

“Saya meminta agar tidak ada lagi pihak yang mengganggu kinerja tim. Ini saya dapat info ada yang ingin menaikkan lagi kasus Mas BW. Ini kan mereka ada rencana untuk mengganggu,” katanya di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (25/5/2019).

Dirinya meminta agar pihaknya dapat menjalankan proses dengan cara-cara yang baik, dan pihak-pihak yang berperkara di MK untuk beradu argumen ke arah yang lebih sehat.

Denny Indrayana mengungkapkan alasan ikut dalam tim hukum pasangan nomor urut 02 tersebut.

Denny Indrayana merupakan satu dari delapan orang yang ditunjuk oleh Prabowo-Sandi untuk menggugat di Mahkamah Konstitusi.

Denny Indrayana mengatakan, salah satu alasannya ikut dalam tim yang diketuai oleh Bambang Widjojanto tersebut, tidak lain untuk melihat dan menilai seberapa jujur dan adil Pemilu 2019.

“Kami sesuai dengan pasal 22 ayat 1 UUD 1945, ini perjuangan bersama. Jadi, saya dan rekan-rekan, Mas BW (Bambang Widjojanto) terutama melihat perlu bersama-sama memperjuangkan hal itu,” jelasnya.

Dirinya pun optimis gugatan mereka, bukti, dan argumentasi yang dibawa dapat dipertanggungjawabkan.

Mengenai keputusan yang akan ditentukan, akan diserahkan seluruhnya kepada Hakim Konstitusi.

“Bagaimana nanti ditentukan, kami serahkan ke hakim,” ucapnya.

 

Sumber