Lebih Dekat Dengan Fadli Zon, Berpihak pada Rakyat Kecil

Dikenal sebagai sosok eksekutif muda yang cinta tanah air. Salah satu kecintaannya, ditunjukkan dengan merelakan sebagian penghasilannya untuk membangun perpustakaan yang mengoleksi buku-buku tua dan benda-benda budaya bersejarah.

Di tengah kesibukannya, ia masih mendedikasikan waktu, pikiran dan tenaganya untuk kepentingan bangsa dan rakyat negeri ini. Beragam aktifitas dilakoninya, termasuk di jalur partai politik dan organisasi massa yang berpihak kepada rakyat kecil.

Sebagai aktifis politik, Fadli Zon (40), sudah tak asing lagi. Popularitas politisi muda ini sudah disandangnya sejak masa kuliah hingga kini. Bahkan jauh sebelum itu, sosok Fadli Zon remaja dikenal sebagai pelajar yang sarat prestasi. Sejak kecil, Fadli memang tak sekedar dikenal jenius dan suka membaca tapi juga terjun di berbagai organisasi dan dunia tulis menulis.

Panggung politik praktis pun dilakoninya sejak jaman kuliah, lewat parlemen jalanan. Kala itu, ia tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Rusia, Fakultas Ilmu Bahasa, Universitas Indonesia ini kerap memimpin demonstrasi dalam isu-isu nasional maupun internasional. Selain terlibat dalam parlemen jalanan, Fadli yang pernah menjadi Sekjen dan Presiden Indonesian Student Association for International Studies (ISAFIS) (1993-1995) ini, menggeluti dunia jurnalistik –yang ditekuninya hingga sekarang.

Sikap kritisnya mengantarkan dia menjadi anggota MPR RI (1997-1999) dan aktif sebagai asisten Badan Pekerja Panitia Adhoc I yang membuat GBHN. Di tahun 1998, bersama para seniornya, seperti Yusril Ihza Mahendra, Hartono Mardjono, MS Kaban dan Farid Prawiranegara, mendirikan Partai Bulan Bintang (PBB). Di partai ini, Fadli termasuk politisi termuda yang didapuk sebagai salah satu ketuanya. Namun, karena ada masalah internal yang bertentangan dengan hati nuraninya, ia pun hengkang dari partai itu pada tahun 2001.

Lepas dari aktifitas partai, tak membuat Fadli vakum dengan dunia politiknya. Sembari melanjutkan studi di The London School of Economics and Political Science (LSE) Inggris dalam bidang studi pembangunan. Di kampus ini ia ikut beberapa organisasi seperti Association for the Study of Ethnicity and Nationalism (ASEN) dan menjadi aktivis di LSE Stop the War Coalition (2002-2003) yang menentang invasi Amerika Serikat ke Irak.

Sekembalinya dari London, Fadli terjun ke dunia profesional di sejumlah perusahaan multinasional. Diantaranya, ia pernah menjadi Direktur Umum PT Golden Spike Energy Indonesia Ltd (2002-2005), sebuah perusahaan minyak dan gas swasta. Hingga kini ia masih bekerja pada perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Tidar Kerinci Agung, dan PT Padi Nusantara yang bergerak di bidang pertanian.

Perhatian dan kedekatannya dengan kaum petani mengantarkan dirinya aktif di Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) sebagai Ketua Hubungan Luar Negeri dan Organisasi Internasional (2004-2009). Pada kepengurursan HKTI periode 2010-2015, dibawah kepemimpinan Prabowo Subianto, kali ini ia menjabat sebagai Sekretaris Jenderal. Selain itu, beragam aktifitas yang berkaitan dengan pertanian hingga budaya dilakoninya. Semisal menjadi Anggota Dewan Gula sejak 2005 lalu, Dewan Redaksi Majalah Tani Merdeka dan Dewan Redaksi Majalah Horison, majalah sastra dan budaya.

Rupanya, meski sejak 2001 aktifitas kepartaian ditinggalkannya tak lantas membuatnya berhenti melibatkan diri dalam dunia politik. Ditengah kesibukannya sebagai pelaku usaha dan aktifis politik, jiwa nasionalismenya terpanggil, kala melihat kondisi dan keadaan panggung politik serta pemerintahan yang carut marut. Lahirlah Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) –yang menjadi kendaran politik bagi mereka yang memiliki keberpihakan kepada rakyat kecil. Politisi sekaligus akademisi yang tengah menyelesaikan program doktoralnya di kampus almamater ini, dipercaya menjabat Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra.

Lantas, seperti apakah keterlibatan Fadli Zon, kolektor koin kuno ini di Gerindra? Prtengahan April lalu, kepada Hayat Fakhrurrozi dari GARUDA, ia memaparkan keterlibatannya seputar didirikannya partai berlambang kepala burung garuda ini. Berikut petikan wawancaranya:

Sebagai profesional sekaligus politisi seperti apa keseharian Anda?

Saat ini selain sibuk di dunia usaha, saya juga tengah mengambil S3 di Universitas Indonesia (UI). Selain itu saya juga mengajar, di beberapa mata kuliah bidang sejarah. Disamping itu, saya juga aktif di HKTI dan menjadi redaktur di beberapa majalah serta mengurusi perpustakaan pribadi ini yang menampung 50 ribu buku tua, keris, koin, badik, tombak, piringan hitam dan fosil. Sementara di partai, saya menjabat sebagai Wakil Ketua Umum bidang politik dan keamanan. Jadi hari-hari saya cukup sibuk, hari ini urusan petani, besok urasan kantor, besoknya lagi soal budaya, seni dan yang lainnya. Nah kalau politik sih setiap hari.

Bisa ceritakan kapan Anda mulai aktif di dunia politik?

Berangkat dari dunia aktifis jaman mahasiswa dulu. Meski masih tingkat satu, saya sudah beberapa kali memimpin demonstrasi. Selain terlibat dalam parlemen jalanan, saya juga aktif di Indonesian Student Association for International Studies (ISAFIS). Setelah lulus tahun 1997, saya diangkat menjadi anggota MPR RI 1997-1999 dan terlibat dalam Badan Pekerja Adhoc I yang menyusun GBHN. Di sinilah saya sering bertemu dan berkomunikasi dengan Mba Tutut, Ginanjar, termasuk SBY.

Setahun kemudian, saya mendirikan Partai Bulan Bintang (PBB) bersama Yusril, Farid Prawiranegara, MS Kaban dan Hartono Mardjono. Tapi karena ada kasus internal saya keluar. Karena memang, saya berangkat dari idealisme, masalah korupsi di partai itu yang membuat saya keluar dan melanjutkan studi ke London.

Lantas aktifitas politik Anda berhenti?

Meski tak berpartai, saya tetap terlibat dalam masalah-masalah aktual dunia politik.

Bisa diceritakan seperti apa itu?

Sepulangnya dari studi dari London, saya aktif di lembaga studi, saya membantu Pak Prabowo di tahun 2004 dalam konvensi Partai Golkar. Kemudian pada tahun 2007 sewaktu ada kasus Pak Hasyim yang dituduh mencuri arca, padahal waktu itu memang niatnya pak Hasyim untuk menyelematkan benda bersejarah milik bangsa. Yang jelas di Indonesia ini untuk berbuat baik selalu saja disalahkan.

Akhirnya waktu itu saya ngomong pada Pak Hasyim untuk mendirikan partai. Karena partai itu alat perjuangan yang efektif di Indonesia. Waktu itu, Pak Prabowo tak sependapat, karena memang masih menjadi dewan penasehat Golkar. Nah, seiring berjalannya waktu, pada saat ada event Sea Games di Thailand diadakan pertemuan bersama para tokoh di Thailand untuk membicarakan rencana pendirian partai ini.

Apa arti partai politik bagi Anda?

Sekali lagi, partai politik itu alat perjuangan yang efektif di Indonesia. Tapi sayangnya banyak partai politik yang dimanfaatkan oleh aparatur partai untuk kepentingan pribadi.

Lalu bagaimana dengan Partai Gerindra?

Partai Gerindra hadir untuk mengoreksi terhadap keadaan itu. Kita melihat keadaan negeri kita. Kok negara Indonesia yang kaya ini rakyatnya miskin. Saya kira ini karena ada kesalahan pada kepemimpinan dan haluan.

Memang ada masalah apa soal kepemimpinan dan haluan negara kita?

Masalah kepemimpinan nasional, kita lihat tidak memiliki pemimpin yang kuat lagi. Untuk itu kita perlu sosok pemimpin yang kuat untuk mengembalikan Indonesia seperti dulu. Kalau pemimpin pusat lemah maka pemimpin di bawah juga lemah. Jika pusat kuat, bawahan pun akan kuat. Masalah kedua yaitu masalah haluan yang menyangkut arah tujuan untuk mensejahterakan, memakmurkan rakyat, bukan untuk demokrasi. Selama ini haluannya masih hanya untuk demokrasi. Padahal demokrasi hanyalah salah satu cara. Kadang berhasil, kadang tidak. Tujuan kita memakmurkan rakyat supaya menikmati kemerdekaan.

Lalu seperti apa mestinya kepemimpinan yang dibutuhkan Indonesia?

Indonesia perlu strong leadership (pemimpin yang kuat), tentunya kolektif dan tidak feodal. Ciri kepemimpinan yang kuat itu adalah mempunyai integritas, hidupnya, cita-citanya menyatu dengan kepentingan Indonesia. Memiliki visi yang jauh ke depan. Selain itu memikirkan generasi mendatang. Selain itu harus jujur dan mempunyai keberpihakan ke rakyat kecil. Orang boleh kuat punya visi, tapi kalau hanya berpihak ke yang kuat buat apa? Rakyat kecil seperti nelayan, petani, pedagang kaki lima akhirnya makin tersisih. Padahal selama ini mereka sudah termarginalkan.

Siapakah sosok pemimpin seperti itu?

Sosok pemimpin seperti itu, antara lain ada pada diri Pak Prabowo. Beliau punya intergritas, sangat merah putih dan berpihak kepada rakyat kecil. Untuk itu sebagai partai Gerindra harus bekerja keras untuk mewujudkan itu. Peluang ini terbuka, karena Pak Prabowo adalah termasuk tokoh yang sangat populer dan diharapkan rakyat.

Lalu apa yang dilakukan Gerindra?

Sekarang ini di usianya 3 tahun, Gerindra tentu belum seperti partai lain yang sudah mapan. Jadi Gerindra harus ekstra bekerja keras seperti konsolidasi internal menyangkut penguatan DPD, DPC, PAC hingga ke ranting. Dengan adanya penguatan organisasi kita harapkan konsolidasi partai semakin kuat. Disamping itu membangun jaringan dan komunikasi dengan segala elemen masyarakat. Inilah yang dilakukan saat ini, apalagi kita juga tengah menjalani verifikasi.

Menjelang 2014, peluang Prabowo dan Gerindra seperti apa?

Berdasar survey yang dilakukan beberapa lembaga survei, Pak Prabowo masih populer. Namun itukan masih sangat sementara dan bergantung pada tahun-tahun mendatang. Sementara untuk partai, cukup tidak cukup waktu yang ada harus cukup. Di 2014 mendatang Gerindra bisa meraih suara besar, karena pelung itu terbuka. Namun tentunya itu tantangan bagi kami di kalangan internal sendiri. Karena kader-kader kita di DPR pusat dan DPRD sebagai ujung tombak partai jika mereka loyal dengan visi misi gerindra, dan manivesto partai, saya yakin rakyat akan berpihak. Tapi kalau aparatur partai dan DPR-DPRD hanya memikirkan diri sendiri, tanpa memikirkan rakyat, kita akan kesulitan untuk meraih simpati rakyat.

Lantas bagaimana kondisi kader yang ada di DPR dan DPRD saat ini?

Saya kira, saat ini sebagian besar anggota DPR dan DPRD kita masih mempunyai kesetiaan pada manivesto, perjuangan partai, karena kalau tidak kita jaga bisa saja terjadi penyelewengan bahkan penghiatan pada perjuangan partai.

Catatan: Artikel ini ditulis dan dimuat untuk majalah GARUDA, Edisi Mei 2011