Kubu Prabowo Tuding Elit Golkar Dibalik Kisruh HKTI

Kubu Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) versi Prabowo Subiyanto menuding elit politik bermain dibalik kisruh dualisme kepemimpinan di tubuh HKTI, demi motif politik pada Pemilu 2014 mendatang.

Menurut Sekjen Dewan Pimpinan Nasional (DPN) HKTI, Fadli Zon, sejak awal indikasi adanya kepentingan elit politik saat Munas ke-7 yang digelar Hotel Grand Bali Beach, Sanur, Denpasar sudah terlihat jelas.

Seperti diketahui sesuai hasil Munas di Bali, secara aklamasi memilih Prabowo sebagai Ketua HKTI dan Jafar Hafsah sebagai Ketua BPO, namun tiba-tiba muncul HKTI tandingan versi Oesman Sapta yang dihasilkan di Hotel Aston, Denpasar.

Kehadiran Menko Kesra Agung Laksono yang sejak awal mendukung Oso, panggilan Oesman Sapta, menjadi indikasi kuat adanya keterlibatan elit dalam Munas HKTI. “Ini sudah jelas ya ada motif politik, saya kira ini sangat ada kaitannya dengan 2014,” kata Fadli di sela Pelantikan Pengurus DPD HKTI Bali 2011-2016 di Denpasar, Minggu (30/04/2011).

Padahal, kata Fadli, organisasi HKTI dilahirkan jauh dari kepentingan politik praktis melainkan bagaimana organisasi ini memperjuangkan nasib para petani. Sehinga, sebagai organisasi HKTI lahir untuk kepentingan politik pertanian, bukan politik praktis.

Hal itu juga bisa dilihat sejak awal HKTI kubu Prabowo merangkul semua pengurus dari parpol lain tidak hanya dari Partai Gerindra seperti dari Golkar, Demokrat, PDIP , Hanura dan lainnya.

Karena itu pihaknya, sudah melakukan empat langkah hukum dalam menyikapi keberadaan HKTI tandingan versi Oso. Empat langkah dimaksud adalah lewat pengadilan niaga karena HKTI versi Oso mengklaim logo HKTI dan hasilnya sudah jelas, logo tersebut tidak boleh lagi diklaim kubu Oso.

Langkah hukum ketiga, pihaknya telah menggugat lewat PTUN ke Menteri Hukum dan HAM. Sedangankan langkah hukum kelima karena lewat pidana karena ada pemalsuan alamat sekretariatan HKTI oleh kubu Oso.

Meski terjadi dualisme kepengurusan, namun Fadli mengklaim bahwa HKTI versi Prabowo tetap solid yang dudukung 33 provinsi. Jika kemudian keberadaaan HKTI versi Oso terlihat masih eksis, menurut Fadli hal itu karena pengusaha tersebut memainkan politik pencitraan lewat iklan di media dan cara-cara lain.

Ditanya apakah ada peluang untuk rekonsiliasi diantara kedua kubu, kata Fadli, sebenarnya langkah mediasi sudah dua kali dilakukan seperti di Depdagri. Hanya saja tim dari kubu Oso ternyata tidak siap karena tidak bisa menunjukkan bukti apapun terkait legitimasi HKTI yang sah.

Menyoal adanya sejumlah tokoh mantan pengurus HKTI seperti Siswono Yudhohusodo yang ikut mendukung HKTI versi Oso, dia menilai jika mereka telah salah langkah. “Saya kira mereka salah langkah,kalau mengertri organisasi pasti tidak akan seperti itu sebab kedaulatan tertingi organisasi ada di tangan Munas dan anggota,” tutup mantan Fadli yang juga Sekjen DPP Partai Gerindra ini.