Kebijakan Impor Beras Merusak Kehidupan Petani

Kebijakan Impor Beras Merusak Kehidupan Petani

Rencana impor beras 1 juta ton yang beberapa waktu lalu disampaikan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi merupakan kebijakan nirsimpati dan merusak petani.Kebijakan ini, walau implementasinya belum diketahui bulan apa, akan langsung berdampak pada turunnya harga gabah petani secara signifikan.

Tanpa ada rencana impor saja, setiap panen raya harga gabah di tingkat petani hampir selalu turun, di bawah HPP (Harga Pembelian Pemerintah). Pengumuman rencana impor beras akan memberikan efek semakin menekan harga gabah petani.

Pegumumman rencana impor ini  tentu akan semakin memberi efek menekan harga gabah petani, tentu sangat tidak bijak apa yang dilakukan Mendag dengan mengumumkan akan impor beras di saat petani akan melakukan panen raya. Pada Maret April 2021 kita akan memasuki panen raya Okmar (Oktober 2020-Maret 2021). Menurut BPS potensi Gabah Kering Giling (GKG) Januari April 25,37 juta ton atau 14,54 juta ton beras.

Oleh karena itu tak ada alasan mendasar bagi pemerintah impor beras, tidak ada dasar kuat. Pemerintah berdasarkan data apa dan siapa? terkait rencana impor beras ini.

Dalam menentukan kebijakan ini, sebaiknya pemerintah melibatkan semua pemangku pertanian yaitu terutama para petani. Melakukan public hearing komprehensif  agar tepat sasaran dan berpihak pada petani. Jangan alergi mendengar masukan organisasi pertanian, pengusaha, akademisi dan serta pihak pihak yang terlibat  dalm sektor pertanian.

Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) menolak tegas impor beras  pemerintah yang tidak didasari data akurat, merusak petani dan tidak melibatkan stakeholder pertanian.

HKTI mendesak pemerintah untuk mencabut kebijakan impor beras. HKTI juga meminta pemerintah untuk menempatkan petani dan pertanian Indonesia sebagai basis kedaulatan dan kemakmuran bangsa bukan sekedar komoditas dagang.

HKTI meminta pemerintah untuk terbuka dan melibatkan secara aktif organisasi petani serta pemangku kepentingan dalam merumuskan pangan nasional. Juga meminta Bulog untuk meyerap secara aktif dan maksimal sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP) bila harga di petani di bawah HPP.

Sumber