
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sedang mengonsolidasikan seluruh persiapan penyelenggaraan pilkada serentak di 269 kabupaten/kota pada 9 Desember 2015. Konsolidasi meliputi persiapan teknis, anggaran, antisipasi potensi kerawanan, sampai kesiapan Mahkamah Konstitusi untuk mengadili jika ada perselisihan atau sengketa.
Menurut Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, semua hal harus dipastikan siap sehingga pilkada berjalan lancar dan aman. Soalnya perhelatan pemilu di tingkat lokal yang bersamaan di ratusan daerah itu adalah kali pertama, belum ada pengalaman sebelumnya. Potensi gangguan sekecil apa pun harus diantisipasi.
“Jangan sampai dipaksakan tapi hasilnya buruk. Kami upayakan sesuai jadwal. Tapi lihat kondisi-kondisi yang ada, DPR mengingatkan pemerintah akan potensi. Tapi apabila tidak digubris, dan terjadi potensi yang telah diprediksi, ya, pemerintah harus bertanggung jawab,” katanya kepada wartawa di kompleks Parlemen di Jakarta pada Selasa, 7 Juli 2015.
Fadli menjelaskan bahwa dalam rapat DPR dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kepolisian, dan Mahkamah Konstitusi (MK), ditemukan banyak catatan atau potensi gangguan. Semua harus segera diselesaikan karena dapat berdampak pada proses dan hasil pilkada.
Salah satu catatan yang diperhatikan adalah usulan MK untuk merevisi Undang-Undang MK, terutama untuk pasal yang mengatur batas waktu wewenang bagi MK dalam menyelesaikan sengketa pilkada. Waktu yang diamanatkan Undang Undang adalah paling lama 45 hari kerja. Namun MK meminta klausul itu diubah dan ditambah menjadi 60 hari kerja.
Dasar asumsi MK meminta undang-undang itu direvisi adalah potensi tinggi sengketa atau perselisihan dalam pilkada serentak. Ada 269 kabupaten/kota yang menyelenggarakan pilkada dan potensi perselisihan jauh lebih banyak dari itu. Waktu 45 hari kerja dirasa tak cukup bagi MK untuk menyelesaikan sengketa.
“Ini harus jadi rangkaian terintegrasi. Percuma saja persiapan dan pelaksanaan bagus tapi setelah pelaksanaan, sudah ada hasil, terjadi gugat-menggugat. Jika MK tak berhasil menangani dalam 45 hari kerja, apa yang terjadi. Penyelesaian perselisihan harus diantisipasi,” katanya.
DPR, kata politikus Partai Gerindra itu, berharap proses pilkada serentak berlangsung aman. Namun Dewan menerima laporan dari Kepala Polri ternyata kerawanan masih ada.
“Kepolisian bilang ada titik rawan di sejumlah provinsi. Potensi konflik itu relatif tinggi. Ada dua partai yang statusnya belum jelas, karena kebijakan pemerintah sendiri,” katanya.