Indonesia Harus Evaluasi Keterlibatan dalam Perdagangan Bebas!

Indonesia Harus Evaluasi Keterlibatan dalam Perdagangan Bebas!

Indonesia Harus Evaluasi Keterlibatan dalam Perdagangan Bebas!Pernyataan Menteri Gita Wirjawan dalam World Economic Forum, Davos, Swiss, yang mendukung penuh liberalisasi perdagangan antarnegara untuk mendukung perekonomian dunia patut disayangkan. Sebab selama ini, liberalisasi perdagangan yang tidak adil ini sama sekali tidak menguntungkan dan hanya menjadikan Indonesia sebagai pasar bagi negara-negara besar.

Bahkan, kata Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon, liberalisasi perdagangan menutup lapangan pekerjaan yang mencapai angka 7,5 juta jiwa, yang artinya jumlah pengangguran terbuka meningkat dua kali lipat. Salah satu fakta, berdasarkan laporan ILO terkait perdagangan bebas dengan RRC misalnya, kesempatan kerja Indonesia menurun sebanyak 188.635,

“Saat ini kita memang telah bergabung ke dalam mekanisme perdagangan bebas namun tak diiringi dengan peningkatan daya saing produk sendiri sehingga impor kita lebih besar dibanding ekspor. Misalnya, pertumbuhan impor kita pasca ASEAN-China Free Trade Area 54.97 persen, sementara ekspor Indonesia ke RRC hanya tumbuh 25.08 persen. RRC juga telah membeli 6779 SNI dari kita,” kata Fadli beberapa saat lalu (Selasa, 29/1).

Karena itu, Fadli mendesak agar pemerintah segera mengevaluasi keterlibatan dalam perdagangan bebas ini serta segera melindungi produk-produk dalam negeri yang belum siap dibebaskan. Pemerintah harus melakukan proteksi, dan di saat yang sama mempromosiakan produk dalam negeri, sebagaimana juga telah dilakukan oleh negara- negara maju, seperti contoh RRC dan AS yang tidak membuka pasarnya ketika manufakturnya belum kuat.

“Kita bisa menahan laju serbuan produk asing untuk proteksi produk lokal misalnya dengan Voluntary Export Restraint, kebijakan yang memaksa pembatasan barang negara eksportir. AS pernah melakukan ini ketika produk RRC membanjiri pasar,” kata Fadli sambil menegaskan bahwa Pasar bebas, yang menjadi resep Washington Consensus, terbukti gagal dan sering merugikan masyarakat lemah sehingga pemerintah seharusnya berupaya melindungi kepentingan nasional dan bukan sebaliknya.