HKTI: Impor Daging Sapi Bukan Solusi

HKTI: Impor Daging Sapi Bukan Solusi

HKTI: Impor Daging Sapi Bukan Solusi

Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) menilai, tingginya harga dan langkanya pasokan daging sapi di pasaran, tak bisa dijadikan alasan pemerintah untuk melakukan impor sapi. Pasalnya, kebijakan ini rawan dimanfaatkan para pemburu rente.

“Tingginya harga disinyalir karena kelangkaan pasokan daging di pasaran. Namun bukan berarti untuk mengatasi kelangkaan pasokan, harus impor dan melepaskan pada mekanisme pasar,” tegas Sekretaris Jenderal DPN HKTI, Fadli Zon, di Jakarta, Jumat (8/2).

Menurutnya, akibat kelangkaan pasokan dan tingginya harga daging mengakibatkan tingginya tekanan untuk memperbesar kuota impor. Namun ini dikondisikan oknum para pemburu rente dan impor, sehingga bukan merupakan penyelesaian masalah. Bahkan impor rawan korupsi dan menjadi mainan para koruptor.

Fali menegaskan, kelangkaan dan tingginya harga daging sapi dipicu kebijakan perdagangan pemerintah yang terlalu bebas, sehingga mengakibatkan malas mewujudkan swasembada. Target swasembada daging 2014 pemerintah, akhirnya tinggal mimpi. Kini, kita jadi tergantung pasokan asing dan tidak berpikir strategis ke depan.

Menurut dia, tingginya harga daging, sebenarnya bagus bagi peternak. Namun jika terlalu tinggi akan menjadi masalah bagi konsumen. Harga daging sapi yang mencapai Rp 90 ribu per kilogram, tertinggi dibanding negara lain yang hanya Rp 50-60 ribu per kilogramnya.

Ironisnya, harga tinggi ini juga tak selalu dinikmati petani peternak yang seharusnya menjadi insentif peternak. Belum lagi, tingginya harga daging sapi berpengaruh terhadap harga produk lain. “Yang jelas, semakin mahal daging, rakyat makin sengsara,” ungkapnya.

Solusi yang tepat, kata Fadli, ialah membenahi mekanisme distribusi dan percepatan produksi swasembada. Percepatan produksi bisa dengan inseminasi buatan, perbaikaan kualitas pakan, dan pengadaan sapi betina bibit dari pemerintah.

Menurutnya, pasokan daging negeri ini banyak, terutama di Jawa Timur, Jawa Tengah, NTB, dan NTT. Namun distribusinya tak dikawal secara baik. Perbaiki transportasi sapi dari sentra produksi oleh BUMN (PT KAI, Pelni, dan Angkutan Darat BUMN). Meningkatkan kualitas prasarana transportasi adalah hal strategis yang harus segera dilakukan pemerintah.

“Jangan gegabah membuka keran impor lagi. Jika terpaksa impor, harus tepat. Impor sapi hanya boleh di luar sentra produksi dan kuota impor sapi di berikan kepada feedloters yang mampu membibitkan sapi,” pungkasnya.