Hak menyatakan pendapat DPR tak bisa diganggu gugat

Hak menyatakan pendapat DPR tak bisa diganggu gugat

Hak menyatakan pendapat DPR tak bisa diganggu gugat

Koalisi Indonesia Hebat melobi Koalisi Merah Putih agar DPR melakukan revisi terhadap UU No 17 tahun 2014 tentang MD3 khususnya pasal soal hak menyatakan pendapat. KIH menilai pasal tersebut bisa mengancam sistem presidensial.

Namun niatan itu ditolak oleh Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Dia menegaskan, tak akan melakukan revisi pasal tentang hak DPR seperti yang diminta oleh kubu Jokowi ini.

“Mengenai hak DPR itu tidak bisa diganggu. Hak bertanya, hak angket, hak menyatakan pendapat itu adalah hak yang dijamin konstitusi, tidak bisa diganggu gugat,” kata Fadli di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (13/11).

Wakil Ketua Umum Gerindra ini merasa lebih baik tidak ada deal antara KMP dan KIH daripada harus mengubah UU. Menurut dia, UU yang sudah disahkan tidak bisa seenaknya diubah begitu saja.

“Kalau mengubah ini UU tidak bisa ubah UU begitu saja, kecuali hal-hal yang sangat mendasar, termasuk hak DPR. Lebih bagus tidak usah, tidak perlu perubahan apa-apa,” tegas dia.

Fadli mengakui jika dalam UU MD3 yang baru memang mudah melakukan Hak Menyatakan Pendapat. Jika dulu HMP harus melalui paripurna, tapi kali ini cukup di sidang komisi saja.

Akan tetapi, Fadli memastikan bahwa HMP tidak bisa digunakan DPR begitu saja. Karena itu, dia meminta agar KIH tak perlu khawatir dengan pasal itu.

“Inikan masalahnya begini, dalam pengalaman rapat kerja harusnya binding (mengikat), dalam praktiknya pemerintah sering kali mengabaikkan pemerintah tidak menghargai daulat rakyat. Karena itu ada pasal itu. Tidak (sembarang DPR gunakan HMP), namanya HMP kok, takut amat,” pungkasnya.

Sebelumnya, Politikus PDIP Pramono Anung awalnya tak mau menjelaskan pasal apa yang pihaknya minta agar direvisi dalam salah satu perundingan dengan KMP. Dia mengatakan, pasal ini yang jelas dianggap mengganggu sistem presidensial.

“Berkaitan dengan adanya beberapa pasal yang kemudian dianggap bisa membahayakan sistem presidensial dan untuk itu ini bagian yang kemudian diminta untuk duduk bersama dan dibicarakan dengan temen-temen di Koalisi Merah Putih,” ujar Pramono di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (12/11).

Ketika didesak pasal mana itu, dia tak mau menyebutkan dengan rinci. Dia hanya memberikan clue bahwa pasal ini berkaitan dengan hak menyatakan pendapat.

“Rahasia negara, intinya yang berkaitan dengan hak menyatakan pendapat dan sebagainya,” singkat dia.

Diketahui, dalam bagian kelima UU MD3 tentang Hak DPR, terdapat tiga hak yang dimiliki DPR yakni hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.

Pasal 79 ayat 4 dijelaskan bahwa hak menyatakan pendapat adalah untuk menyatakan pendapat terkait dengan kebijakan pemerintah atau tentang kejadian luar biasa yang terjadi di Tanah Air atau di dunia internasional, dan tindak lanjut pelaksana hak interpelasi dan hak angket.

Selain itu, hak menyatakan pendapat juga bisa terkait dengan dugaan bahwa presiden dan wakil presiden melanggar hukum, pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, dan tindak pidana berat lainnya maupun perbuatan tercela sehingga tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden.

Hak menyatakan pendapat ini kerap dikaitkan dengan upaya memakzulkan. Pasalnya, di dalam pasal 215, apabila MK memutuskan bahwa pendapat DPR terbukti, maka DPR bisa menyelenggarakan rapat paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian presiden dan atau wakil presiden ke MPR.

 

sumber