
Kasus penggunaan narkoba beberapa tahun belakangan makin meningkat, yang menandakan masih maraknya peredaran narkoba di masyarakat. Pangkal masalahnya adalah penegakan hukum kasus narkoba yang masih lemah,
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon menilai lemahnya penegakan hukum pada kasus penyalahgunaan dan pengedaran narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) mengakibatkan Indonesia dipilih sebagai negara sasaran bagi para pengedar narkoba.
“Kasus penggunaan narkoba beberapa tahun belakangan makin meningkat, yang menandakan masih maraknya peredaran narkoba di masyarakat. Pangkal masalahnya adalah penegakan hukum kasus narkoba yang masih lemah,” kata Fadli di Jakarta, Minggu (31/2).
Menurut dia, penanganan hukum terhadap kasus penyalahgunaan dan pengedaran narkoba seringkali hanya menggunakan pasal yang ‘minimalis’.
“Misalnya, status mereka harusnya pengedar atau bandar, tapi akhirnya turun menjadi pemakai. Hal seperti ini yang membuat jaringan narkoba di Indonesia meningkat karena hukum lemah,” ujarnya.
Selanjutnya, dia menilai pemberian grasi pemerintah pada para terdakwa pemakai dan pengedar narkoba menjadi bukti lemahnya hukum dalam menangani kasus narkoba.
“Jika terus ada grasi dalam kasus ini, Indonesia tak akan bebas dari narkoba. Tidak aneh jika pengguna narkoba terus meningkat tiap tahun. Kita agak permisif dan kondusif untuk para pengguna narkoba,” kata Fadli.
Dia menambahkan, hingga saat ini, lebih dari 5,8 juta jiwa penduduk Indonesia mengonsumsi narkoba. Kemudian, kerugian negara atas maraknya kasus narkoba diperkirakan mencapai Rp40 triliun per tahun.
“Sementara itu, perputaran uang dalam industri narkoba di Indonesia mencapai Rp23 triliun pertahun. Narkoba ini juga lebih berbahaya dari terorisme, karena data nasional menunjukkan, tiap satu jam dua orang mati karena overdosis ketika memakai narkoba,” paparnya.
Selanjutnya, dia berpendapat, lemahnya penegakan hukum di Indonesia dibandingkan dengan di beberapa negara lain telah membuat mafia narkoba bebas beraksi.
“Hukum di Indonesia lunak untuk mereka. Berbeda dengan Malaysia atau Singapura yang langsung menerapkan hukuman mati. Akibatnya sindikat internasional dari Iran, Malaysia, Belanda, dan Hongkong memandang Indonesia sebagai pasar potensial industri narkoba,” katanya.
Oleh karena itu, dia menyarankan kebijakan penanganan kasus penyalahgunaan dan pengedaran narkoba harus lebih bersifat preventif.
Dia juga menekankan agar Badan Narkotika Nasional (BNN) dan seluruh aparat penegak hukum dipastikan ‘kebersihannya’ dari intervensi para mafia narkoba.
“Sehingga nantinya sanksi berat berupa hukuman mati bagi para bandar narkoba dapat dilaksanakan tanpa keraguan,” ujar Fadli.