Gerindra Nilai RUU Perdagangan Memihak Asing

Gerindra Nilai RUU Perdagangan Memihak Asing

Gerindra Nilai RUU Perdagangan Memihak Asing

Draf RUU Perdagangan yang berasal dari pemerintah dinilai lebih memihak pada kepentingan asing dibanding kepentingan nasional. Pemerintah juga belum melakukan perubahan mendasar pada draf yang ada.

“Isu utama yang substansial adalah proteksi pedagang tradisional, keberpihakan pada UKM (usaha kecil menengah), kebijakan ekspor barang jadi, pembatasan waralaba asing, dan regulasi produk impor,” kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon dalam rilisnya, Senin (25/2).

Fadli menambahkan, isu-isu itu belum mencerminkan keberpihakan terhadap kepentingan rakyat. Misalnya, dalam pasal 1 saja tidak ada pembedaan antara pelaku usaha domestik dan asing. Semua disamakan, kompetisi bebas. Dalam pasal 48 juga tak ada dukungan kuat terhadap UKM, sebagai kebijakan affirmative action.

“Sebenarnya RUU Perdagangan ini sangat kita butuhkan. Sebab, sejak merdeka hingga sekarang, kita belum punya UU Perdagangan. Selama ini regulasi hanya bersandar pada kitab UU hukum dagang warisan kolonial. Jadi, wajar saja jika negeri ini dibanjiri impor produk asing setiap tahunnya,” papar Fadli.

Di satu sisi, pemerintah aktif mendukung pembuatan aturan perdagangan bebas di ASEAN, namun aturan perdagangan di dalam negeri sendiri tak dibenahi untuk memproteksi kepentingan nasional.

“Jangan sampai ada pembiaran pemerintah agar asing tetap bisa bermain bebas di Indonesia tanpa aturan dagang yang ketat. UU Perdagangan harus berpihak pada kepentingan rakyat.”

Meskipun RUU Perdagangan harus tuntas, tambah Fadli, bukan RUU Perdagangan yang kental kepentingan asing.

“Draf yang ada sekarang harus lebih memihak kepentingan nasional. Jika tidak, UU Perdagangan yang nanti ada hanya menjadi jalan baru bagi asing untuk mendominasi perdagangan Indonesia. Indonesia bisa-bisa hanya jadi pasar bagi produk asing. Dan pedagang lokal tak sanggup bersaing.”