Gaya Putra Mahkota Khadafi Saat Kuliah S3 di London

Jakarta – Saif al-Islam dikenal sebagai putra mahkota mantan penguasa Libya, Muammar Khadafi. Saif sempat menempuh pendidikan S3 di London School of Economics and Political Science (LSE). Bagaimana gaya Saif saat berada di kampus?

“Yang menonjol pandangannya moderat. Dia sama sekali tidak anti barat. Saat berdiskusi, pikran-pikirannya tidak radikal,” ujar alumnus LSE dan teman kuliah Saif, Fadli Zon kepada detikcom, Sabtu (22/10/2011). Fadli sempat masuk satu kelas yang sama dengan Saif. Saat itu Saif mengambil S3, sedangkan Fadli mengambil S2. Keduanya bertemu di kelas Global Civil Society yang diajar oleh Profesor Mary Caldor.

“Saya sempat berdiskusi beberapa kali dengan dia. Kebetulan saat itu tahun 2002-2003, menjelang perang Irak. Orangnya pendiam, bicara seperlunya saja,” jelas Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini. Fadli mengingat walau dikenal sebagai putra mahkota Khadafi, Saif tidak pernah didampingi pengawal atau ajudan ke kampus. Sosoknya sering berjaket kulit. Saif juga sama sekali tidak sombong. Dia kerap makan di kantin kampus bersama mahasiswa lain.

“Kemudian setelah lulus, kami beberapa kali kontak. Termasuk saat dia memberikan hibah dari Libya ke Indonesia. Saif merupakan tangan kanan Khadafi. Anaknya yang paling dipercaya,” jelas Fadli. Saat ini belum diketahui keberadaan Saif setelah Khadafi ditembak mati oleh pasukan revolusi Libya. Saif yang merupakan ‘anak emas’ sang diktator inipun dikabarkan tertembak di kaki saat penyergapan Khadafi di kota Sirte, Kamis (20/10). Pengadilan Kriminal Internasional masih mencarinya karena dianggap bersalah dalam urusan kemanusiaan.

“Saya menyayangkan NATO yang seenaknya menginvasi negara berdaulat. Libya luar biasa kayanya. Produksi minyak mereka 3 juta barrel, sekarang itu hanya dikaveling-kaveling negara barat,” tutupnya.