Fadli Zon Ungkap Pemerintah Akrobat Data Soal Kemiskinan

Fadli Zon Ungkap Pemerintah Akrobat Data Soal Kemiskinan

Fadli Zon Ungkap Pemerintah Akrobat Data Soal KemiskinanMenko Perekonomian Hatta Rajasa optimis target penurunan angka kemiskinan 2013 tercapai. Hal ini ditempuh melalui peningkatan efektivitas belanja sosial.

Seharusnya, langkah awal yang lebih penting dilakukan pemerintah adalah mengoreksi dengan jujur data kemiskinan.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra menegaskan, pemerintah kerap melakukan akrobat data kemiskinan. Ketika standar internasional (PBB) menetapkan 2 dollar AS (18 ribu rupiah) per hari sebagai garis kemiskinan, pemerintah dalam hal ini BPS justru hanya menggunakan standar 7.800 rupiah.

“Lalu dengan standar ini, apakah orang yang hidup bahkan dengan 10 ribu rupiah perhari, dapat dikategorisasikan tidak miskin?” tegas Fadli Zon, Jumat (11/1/2013).

Jika standar BPS digunakan, Fadli memberikan argumentasi, angka kemiskinan berkisar 12 persen atau sekitar 30 juta jiwa. Akan tetapi, kalau gunakan standar internasional, lebih 100 juta jiwa rakyat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.

“Lebih dari 3 kali lipat data statistik BPS. Inilah akrobat data pemerintah yang seringkali rakyat tak ketahui,” kecam Fadli.

Ditegaskan lagi, perbedaan standar ini yang membuat seolah-olah secara statistik angka kemiskinan di Indonesia turun dan rendah. Turunnya angka kemiskinan yang ada, katanya lagi, bisa jadi, bukan karena suksesnya kebijakan pemerintah, melainkan karena rendahnya standar garis kemiskinan. Seharusnya 18 ribu rupiah hanya 7 ribu rupiah per hari.

“Peningkatan efektifitas belanja sosial memang harus dilakukan sejak lama. Apalagi alokasi belanja sosial sangat berpotensi diselewengkan dan sedikit yang tersalurkan pada rakyat kecil. Barangkali pemerintah juga tahu bahwa potensi perburuan rente (rent seeking) di belanja sosial ini cukup besar. Apalagi jelang Pemilu. Jadi, ini bukanlah terobosan,” paparnya.

“Pemerintah harus berani mengoreksi data kemiskinan dengan menggunakan standar internasional (Rp18 ribu/hari), bukan Rp 7ribu/hari. Keberanian untuk jujur memotret fenomena kemiskinan, adalah salah satu langkah penting untuk menangani masalah kemiskinan.