
Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon mengakui dengan kebijakan baru Presiden Amerika Serikat, Donald Trump yang menandatangani Perintah Eksekutif (Executive Order) guna meminta agensi-agensi pemerintahan federal untuk membeli produk-produk dengan komponen lokal lebih tinggi.
Menurutnya Amerika Serikat yang merupakan negara liberal berusaha melindungi industri logam dasarnya sedemikian rupa, sedangkan pemerintah Indonesia belum juga merilis kebijakan untuk melindungi PT Krakatau Steel dan industri logam nasional dari serbuan produk-produk impor.
“Kebijakan terbaru Presiden Trump ini terus terang membuat saya iri,” ujar Fadli di Jakarta, Rabu (17/7).
Politisi Partai Gerindra ini mengatakan PT Krakatau Steel selama 6 tahun terakhir ini tahu terus menerus merugi. Dimana kerugian ini selain dikarenakan faktor internal perusahaan, kerugian juga disebabkan oleh peraturan pemerintah yang memungkinkan terjadinya impor baja besar-besaran ke Indonesia.
“Misalnya, bagaimana bisa produk baja nasional kompetitif, jika Pemerintah malah membebaskan bea masuk baja-baja impor? Ini menjelaskan kenapa saat Pemerintah katanya sedang jorjoran membangun infrastruktur, industri logam nasional kita malah terpuruk dan bahkan sedang menuju kebangkrutannya,” kata Fadli.
Dia menambahkan serbuan baja impor yang terjadi beberapa tahun terakhir merupakan implikasi terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 22/2018 tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan dan Produk Turunan.
“Aturan ini, sesudah saya baca kembali, memang ngawur,” tegasnya.
Fadli menambahkan ada tiga poin dari peraturan tersebut yang merugikan industri baja nasional dan rawan penyelewengan. Dimana yang pertama, peraturan itu telah menghapus syarat pertimbangan teknis yang diterbitkan Kementerian Perindustrian dalam hal impor besi dan baja.
“Penghapusan pertimbangan dari kementerian teknis ini tidaklah benar. Industri baja nasional di negara manapun selalu diposisikan sebagai industri strategis, sehingga Kementerian Perdagangan tak boleh bermain sendiri dan memperlakukan sektor ini tak ubahnya bisnis kacang goreng yang seolah-olah ringan konsekuensinya,” tuturnya.
Sedangkan yang kedua, secara gegabah peraturan tersebut telah memperlonggar pemeriksaan barang masuk, dari sebelumnya barang harus diperiksa dulu sebelum masuk, menjadi masuk dulu baru diperiksa.
“Itupun yang melakukan pemeriksaan juga bukan bea cukai, tapi Kementerian Perdagangan sendiri. Jadi, potensi penyelewengannya besar sekali,” kata Fadli.
Dan poin yang terakhir adalah pemeriksaan hanya dilakukan secara random. Karena barang baru diperiksa sesudah masuk, dan pemeriksaannya dilakukan random. Dan hal ini bisa mudah terjadi praktik kecurangan.
“Yang terjadi di lapangan catatan spesifikasi produk impor bisa diganti untuk menghindari bea masuk. Akibatnya, hancurlah pasar PT Krakatau Steel. Praktik ini kemungkinan sudah lama terjadi,” sesalnya.
Dalam hal ini, Fadli membenarkan bahwa pemerintah sejak akhir Desember 2018 sudah mencabut Permendag No. 22/2018 dan menggantinya dengan Permendag No. 110/2018. Namun kerusakannya sudah terlanjur parah.
“Kini baja impor dari Cina telah mendominasi pasar dalam negeri. Harganya memang lebih murah, tapi kualitasnya juga rendah, kalah oleh produk lokal kita sendiri. Sayangnya, karakter pasar kita memang sangat sensitif terhadap harga dan kurang sensitif pada kualitas,” ujarnya.
Fadli mengatakan kerugian dan ancaman kebangkrutan yang kini dialami PT Krakatau Steel seharusnya dijadikan alarm oleh Pemerintah.
Menurutnya, Indonesia tak mungkin menjadi negara maju jika industri logam dasar nasional kita gulung tikar. Oleh karena itu, Indonesia mestinya bisa mengambil pelajaran dari negara-negara lain, seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, atau Turki, yang memproteksi pasar baja domestiknya dari serbuan produk impor.
“Pembangunan infrastruktur mestinya memberikan insentif bagi industri baja, atau industri semen nasional. Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Artinya orientasi pembangunan kita selama ini telah salah arah,” tuturnya.
“Kalau pemerintahan ini nasionalis dan bukan komprador asing, mereka seharusnya segera menyelamatkan PT Krakatau Steel dan industri baja nasional. Pemerintah seharusnya mendorong konsumsi baja dan semen nasional dalam semua proyek infrastruktur yang sedang dibangun. Ini harus dilakukan demi menyelamatkan industri strategis kita,” pungkasnya.