Fadli Zon Sebut Kebijakan Ketenagakerjaan Saat Ini Kacau Balau

Fadli Zon Sebut Kebijakan Ketenagakerjaan Saat Ini Kacau Balau

Fadli Zon Sebut Kebijakan Ketenagakerjaan Saat Ini Kacau Balau

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon mengkritisi beberapa peraturan mengenai tenaga kerja asing atau TKA. Menurut dia, kebijakan ketenagakerjaan saat ini kacau balau.

Fadli mengatakan, tiga tahun lalu, melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) Nomor 16 Tahun 2015, pemerintahan telah menghapuskan kewajiban memiliki kemampuan berbahasa Indonesia bagi para pekerja asing.

Menurut Fadli, belum ada setahun, peraturan itu kembali diubah menjadi Permenakertrans Nomor 35 Tahun 2015. Jika sebelumnya ada ketentuan bahwa setiap satu tenaga kerja asing yang dipekerjakan perusahaan harus dibarengi dengan kewajiban merekrut 10 tenaga kerja lokal, ketentuan itu tidak ada lagi.

“Itu bukan regulasi terakhir yang merugikan kepentingan kaum buruh kita,” kata Fadli dalam keterangan tertulis, Selasa, 1 Mei 2018.

Bulan lalu, menurut Fadli, tanpa melalui proses konsultasi yang melibatkan sejumlah pemangku kepentingan, pemerintah meluncurkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing.

Menurut Fadli, Perpres Nomor 20 Tahun 2018 telah menghapus ketentuan mengenai izin menggunakan tenaga kerja asing (IMTA). Fadli mengatakan, meskipun perpres itu masih mempertahankan ketentuan tentang rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA), karena tak ada lagi IMTA, tidak ada lagi proses screening atau verifikasi terhadap kebutuhan riil tenaga kerja asing.

“Menurut saya, kebijakan ini sangat ceroboh dan berbahaya, selain tentu saja melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,” ujar Fadli.

Sesudah menghapus IMTA, kata Fadli, Perpres Nomor 20 Tahun 2018 juga membuat pengecualian mengenai kewajiban membuat RPTKA. Pada Pasal 10 ayat 1a, disebutkan bahwa pemegang saham yang menjabat direksi atau komisaris tidak diwajibkan memiliki RPTKA.

Menurut Fadli, ketentuan ini juga menyalahi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 42 ayat 1 dan Pasal 43 ayat 1. Fadli mengatakan seharusnya pengecualian bagi jabatan komisaris dan direksi untuk orang asing hanyalah dalam hal penunjukan tenaga kerja Indonesia sebagai pendamping dan pelatihan pendidikan, bukan kewajiban atas RPTKA-nya.

“Saya menilai kebijakan ketenagakerjaan yang disusun oleh pemerintahan saat ini kacau balau. Hanya demi mendatangkan dan menyenangkan investor, banyak aturan ditabrak,” ucapnya.

 

Sumber