Fadli Zon Sayangkan Gita Dukung Liberalisasi Perdagangan

Fadli Zon Sayangkan Gita Dukung Liberalisasi Perdagangan

 Fadli Zon Sayangkan Gita Dukung Liberalisasi Perdagangan
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon menyayangkan pernyataan Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan yang menyatakan, mendukung penuh liberalisasi perdagangan antarnegara untuk mendukung perekonomian dunia dalam World Economic Forum, Davos. “Pernyataan ini patut disayangkan. Selama ini, liberalisasi perdagangan di Indonesia tak menguntungkan. Akibat perdagangan bebas yang tak adil, negara kita hanya menjadi pasar bagi negara-negara besar,” tegasnya di Jakarta, Selasa, (29/1).

Menurutnya, liberalisasi perdagangan malah menutup lapangan pekerjaan yang mencapai angka 7,5 juta jiwa. Artinya, jumlah pengangguran terbuka akan naik dua kali lipatnya. Bahkan ILO melaporkan, akibat perdagangan bebas dengan RRC misalnya, Indonesia mengalami penurunan kesempatan pekerjaan sebanyak 188.635 orang. Sektor pertanian adalah sektor yang paling banyak kehilangan kesempatan kerjanya.

Saat ini, imbuh dia, kita memang telah bergabung ke dalam mekanisme perdagangan bebas. Namun hal ini tak diiringi peningkatan daya saing produk sendiri. Hasilnya, impor Indonesia lebih besar dibanding ekspor. “Kita hanya jadi pasar bagi produk asing. Misalnya, pertumbuhan impor kita pasca ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) 54,97%, sementara ekspor Indonesia ke RRC hanya tumbuh 25.08%. RRC juga telah membeli 6779 SNI dari kita,” ungkapnya.

Atas dasar itu, tegas Fadli, pemerintah perlu melakukan evaluasi dan melindungi produk-produk dalam negeri yang belum siap dibebaskan. Harus ada proteksi dan promosi. Kebijakan ini juga tetap dilakukan negara- negara maju. RRC dan AS tidak membuka pasarnya ketika manufakturnya belum kuat.

Menurutnya, Indonesia bisa menahan laju serbuan produk asing untuk proteksi produk lokal, misalnya dengan Voluntary Export Restraint, kebijakan yang memaksa pembatasan barang negara eksportir. AS pernah melakukan ini ketika produk RRC membanjiri pasar. Pasar bebas, yang menjadi resep Washington Consensus, terbukti gagal dan sering merugikan masyarakat lemah. “Pemerintah harusnya melakukan upaya nyata melindungi kepentingan nasional, bukan sebaliknya,” pungkas Fadli.