Fadli Zon: Prabowo Tidak Tahu Apa-apa

Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) menjadi partai yang paling gerah dengan aktifnya kembali pansus penghilangan orang secara paksa DPR. Ketua Dewan Pembinanya yang juga telah ditetapkan sebagai capres, Prabowo Subianto menjadi orang yang diseret dalam kasus hilangnya 13 aktivis 1997-1998 yang hingga saat ini belum ditemukan.

Dalam diskusi “Kontroversi Pansus Orang Hilang” yang digelar Radio Trijaya, Sabtu (25/10), Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon kembali mengeluarkan bantahan atas keterlibatan Prabowo dalam kasus tersebut. Ia mengatakan, anak buah Prabowo lah yang mempunyai inisiatif untuk melakukan penculikan terhadap para aktivis, tanpa sepengetahuan komandannya, dalam hal ini Prabowo.

“Dia (Prabowo) tidak tahu apa-apa. Yang melakukan adalah anak buahnya. Selaku komandan, dia secara moral mengambil alih tanggung jawab. Tim Mawar juga sudah diadili, ada 11 orang yang diadili dan beberapa perwira menengah ada yang sudah diberhentikan. Mereka mengaku melakukan penangkapan atas inisiatifnya sendiri,” kata Fadli Zon.

Ia menambahkan, penangkapan terhadap para aktivis itu juga jangan dilepaskan dari peristiwa yang terjadi menjelang Sidang Umum MPR 1998 di mana terjadi peristiwa ledakan bom. “Dengan alasan keamanan, maka penangkapan dilakukan,” ujarnya.

Disamping itu, ia menilai bahwa dengan peradilan yang telah dilakukan di Mahkamah Militer Tinggi, seharusnya kasus itu dianggap selesai.

Sementara itu, bagi pengamat militer Kusnanto Anggoro, dalam militer selalu ada perintah komando. “Orang yang d iatas bisa saja bilang tidak tahu dan tidak bertanggungjawab. Meskipun, tentang siapa yang melakukan agak susah untuk menjawabnya,” kata Kusnanto.

Dalam lingkup militer, gerakan yang dilakukan dapat dilihat dari 3 aspek, yaitu ada perintah atau tidak, dilakukan dengan baik atau tidak, dan bisa dipertanggungjawabkan atau tidak. Menurutnya, yang bisa dilakukan saat ini, Presiden bisa melakukan keputusan politik untuk menyelesaikan kasus ini.

“Harus ada political decision, tidak lagi legislative decision. Kejaksaan Agung yang bisa mengambil inisiatif juga tidak melakukan apa-apa. Saat yang tepat untuk menyelesaikan kasus ini adalah sekarang, dan lebih mudah dilakukan eksekutif,” kata Kusnanto.