Ekonomi Indonesia dalam Bahaya

Ekonomi Indonesia dalam Bahaya

Ekonomi Indonesia dalam Bahaya

Politisi Partai Gerindra, Fadli Zon, khawatir pada situasi perekonomian nasional yang ditandai oleh pertumbuhan ekonomi 2013 Indonesia melambat, ekspor turun dan permintaan domestik melemah.

Fadli menyebut, kondisi ini membuat ekonomi Indonesia dalam bahaya. Ia menjelaskan, neraca perdagangan, yang selama ini selalu surplus, bahkan saat krisis ekonomi 1997-1998, pada Januari – Juli 2013 mengalami defisit sebesar 5,65 miliar dolar Amerika. Defisit neraca perdagangan memperbesar defisit transaksi berjalan pada 2012 hingga mencapai 24,2 miliar dolar Amerika.

“Ini defisit terbesar dalam sejarah perekonomian kita. Pada 2013, defisit transaksi berjalan diperkirakan lebih besar lagi karena Januari – September 2013, angka defisit mencapai 24,3 miliar dolar Amerika. Bandingkan dengan defisit transaksi berjalan waktu krisis 1997 hanya 4,9 miliar dolar,” ujarnya, Selasa (3/12/2013).

Ia mengatakan saat ini nilai tukar rupiah jatuh ke tingkat paling rendah (1 USD = 12.000 IDR), menyamai saat krisis keuangan global 2008. Bedanya, pada 2008, kemerosotan nilai rupiah karena faktor eksternal.

Pada 2013 lebih disebabkan persoalan ekonomi domestik yang tergambar dalam neraca pembayaran dan sebagian lainnya karena faktor eksternal. Skenario ini diperburuk kemungkinan Bank Sentral Amerika Serikat melakukan pengurangan stimulus perekonomian (tapering off) dan tingginya ekspektasi inflasi.

“Cadangan devisa kita pun turun dari 112 miliar dolar Amerika pada Desember 2012 menjadi 95 miliar dolar Amerika pada September 2013.Perbaikan struktur perekonomian harus diarahkan pada usaha memperkuat daya tahan agar tak tergantung eksternal dan meningkatkan daya saing,” tuturnya.

Banyak faktor berkontribusi pada lemahnya daya saing. Mulai dari masalah infrastruktur, korupsi, kemiskinan dan pengangguran.

Ia menyebut pemerintah harus memikirkan opsi darurat yaitu menutup rezim devisa bebas dengan devisa tertutup untuk sementara waktu. Open capital account rawan terhadap krisis. Perlu keberanian bertindak dan tak menyerahkan persoalan ekonomi pada pasar saja.

“Saatnya getting intervention right, campur tangan yang benar,” katanya.