DPR Kritisi Jamaah Satu Kloter Terpisah Hotel Berjauhan

DPR Kritisi Jamaah Satu Kloter Terpisah Hotel Berjauhan

DPR Kritisi Jamaah Satu Kloter Terpisah Hotel Berjauhan

DPR menggelar rapat bersama Panitia Petugas Ibadah Haji (PPIH) Daerah Kerja Madinah, Sabtu malam (19/8/2017). Masalah pemondokan jamaah menjadi hal yang paling dikritisi oleh anggota Dewan yang dipimpin Ketua Tim Pengawas Haji Tahap I DPR, Fadli Zon.

Hadir dalam rapat tersebut Ketua Daker Madinah, Amin Handoyo, Kasi Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) dr Edi Supriyatna, sejumlah kepala seksi yang ada di Daerah Kerja Madinah. Sementara Tim Pengawas Haji terdiri dari Komisi V, VIII, dan IX dengan jumlah 12 orang.

“Dari hasil diskusi dengan Tim Pengawas Haji, dibahas sejauh mana persiapan dan kendalanya. Mulai dari masalah katering, transportasi, dan pemondokan. Katering ada masalah makanan tidak layak, dan lainnya. Masalah pemondokan paling banyak dikritisi,” ujar Fadli Zon seusai rapat.

Pada kesempatan yang sama, Sodik Mudjahid, Wakil Ketua Komisi VIII DPR mengatakan, masalah teknis pemondokan selalu terulang setiap tahunnya. “Padahal anggaran pemondokan sudah dinaikkan, tapi masih ada jamaah yang mendapatkan pemondokan jauh,” cetus Sodik.

Menanggapi kritik, Kasi Pemondokan Daker Madinah, Ihsan Faisal menjelaskan, harga sewa pemondokan yang sudah disepakati antara pemerintah dengan DPR awalnya SAR850 (riyal Arab Saudi) per pax dan naik menjadi SAR950. Namun pada musim haji tahun ini, pemondokan-pemondokan di Madinah menaikkan harga cukup tinggi sesuai harga pasaran.

“Ternyata pagu tidak bisa mencapai karena harga pemondokan cukup tinggi. Jamaah Iran memiliki pagu di atas SAR1.000. Bahkan kalau harga tinggi, mereka menyanggupi,” beber Ihsann.

Ihsan mencontohkan PPIH menyewa dua hotel cadangan di Madinah dengan harga SAR5.000 per orang per musim. “Bisa dibandingkan antara sewa SAR950 dengan SAR5.000. Nilainya saja sudah beda,” sebutnya.

Selain itu, jumlah hotel-hotel di Madinah, terutama sekitar Masjid Nabawi tidaklah sebanyak dibandingkan di Mekkah. Kondisi ini juga memicu terjadinya pecah kloter dan pecah hotel (jamaah satu kloter terpisah ke lebih dari satu hotel dan banyak sektor).

Dengan sistim penyewaan blocking time (disewa hanya 8–9 hari), potensi satu kloter bisa terpecah sangat besar. Ihsan mencontohkan satu hotel hanya memiliki kapasitas 450 kamar tidur, tapi satu kloter yang akan menempati hotel itu sebanyak 500 orang.

“Maka sisanya 50 orang itu harus di hotel berbeda. Sayangnya tidak bisa di hotel sebelahnya. Pemilik hotel yang menentukan di mana sisa jamaah itu akan menempati hotel. Makanya hotelnya berbeda-beda, dan jaraknya ada yang berjauhan,” bebernya.

Pecah kloter dan pecah hotel ini berpotensi terjadi setiap tahunnya apabila mekanisme penyewaan masih dengan system blocking time.

 

Sumber