DPR akan Deklarasikan Keterbukaan Parlemen

DPR akan Deklarasikan Keterbukaan Parlemen

DPR akan Deklarasikan Keterbukaan Parlemen

Delegasi DPR RI yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon, menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Open Government Partnership 2018, di Tbilisi, Georgia 17-18 Juli 2018.

Dalam KTT OGP ke-5 tersebut, Fadli Zon menegaskan komitmen dan kesiapan DPR-RI, untuk bergabung dalam Open Parliament.

“Inisiatif Open Parlemen secara global dideklarasikan sejak 2012. Satu tahun setelah deklarasi Open Government Partnership (OGP), di mana pemerintah Indonesia menjadi salah satu inisiatornya. Jadi, Open Parlemen (OP) ini merupakan perluasan dari OGP, yang mendorong semangat dan praktik keterbukaan pada lembaga parlemen. Dengan hadirnya delegasi DPR RI di KTT OGP ke-5, menandakan kesiapan dan komitmen DPR RI untuk bergabung secara formal dengan Open Parlemen,” ujar Fadli dalam keterangannya yang diterima Radio Republik Indonesia, Rabu (18/7/2018).

menurutnya, tindak lanjut dari KTT OGP ke-5 ini, DPR RI akan menyusun National Action Plan (NAP), atau Rencana Aksi Nasional, yang disesuaikan dengan standar internasional. Ini salah satu mekanisme formal untuk tergabung dalam Open Parlemen.

Setelah NAP DPR RI disubmit ke Open Parlemen, selain akan ada evaluasi rutin oleh Independent Reporting Mechanism (IRM), praktik keterbukaan parlemen di Indonesia juga menjadi bersifat internasional. Hal ini sejalan dengan keputusan DPR sejak 2015 menuju parlemen modern.

“Mengacu pada hasil deklarasi 2012, ada empat tujuan dari dideklarasikannya Open Parlemen. Yaitu, mendorong kultur keterbukaan; membuat informasi parlemen lebih transparan; memudahkan akses informasi parlemen; dan memberdayakan komunikasi elektronik atas informasi parlemen (IT). Semua itu sebenarnya telah dilakukan oleh DPR sebagai wujud parlemen modern,” terangnya.

Diakunya, DPR selama ini sudah mengembangkan praktik keterbukaan. Prinsip Keterbukaan di DPR RI telah diterapkan pada dua hal. Keterbukaan Akses Kegiatan, dan Keterbukaan Akses Dokumen. Keterbukaan Akses Kegiatan mencakup keterbukaan rapat, keterbukaan legislasi, keterbukaan anggaran, dan keterbukaan pengawasan.

kata dia, semua telah memiliki dasar ketentuannya. Seperti UU Nomor 12 Tahun 2011, tentang Penyusunan Peraturan Perundangan, UU No.17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, UU No.14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan Tata Tertib DPR No.1/2014.”

Sementara untuk keterbukaan akses dokumen, mencakup Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik (diatur UU No.14 /2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik), Pendokumentasian dan Pengelolaan (diatur UU No.43/2009 tentang Arsip), dan Pelayanan Informasi Publik (diatur UU No.25/2009 tentang Pelayanan Publik).

Secara teknis, tambah dia, perkembangan praktik keterbukaan DPR juga menujukan trend yang positif. Seperti adanya penerapan penggunaan teknologi yang telah mencapai 67 aplikasi online (LAKIP DPR 2016), adanya mekanisme pengaduan dan aspirasi, hingga PPID DPR online yang dinilai sangat responsif. Selain itu, laporan singkat Komisi di DPR juga mengalami peningkatan drastis. Dari 183 dokumen  pada Desember 2016, menjadi 5.172 per Oktober 2017.

“Karena itu, hasil dari KTT OGP kali ini sangat penting bagi langkah keterbukaan DPR kedepan. Rencananya, DPR RI juga akan mendeklarasikan keterbukaan parlemen yang kemudian diikuti dengan penyusunan rencana aksi Open Parlemen. Seluruh upaya formal ini penting bagi DPR RI, terutama untuk memantapkan diri sebagai parlemen modern,” demikian Fadli

 

Sumber