Diskusi Buku “The Stories of Affandi”

Diskusi Buku “The Stories of Affandi”


Jogjanews.com – Kolektor karya seni rupa dr.Oei Hong Djien bercerita tentang kisah dibalik koleksi lukisan Affandi yang ia miliki. Dengan penuh canda, pemilik museum OHD itu juga menceritakan tentang sosok Affandi yang penuh kesederhanaan tetapi mempunyai idealisme yang kuat.

“Kesederhanaan sosok Affandi lah yang membuat saya suka. Dan kesederhanaan itu tampak pada setiap lukisan yang dia buat,” ujar dalam Diskusi buku The Stories Of Affandi yang bertempat di gedung Galeri 1 Museum Affandi , Senin (9/7).

Oei Hong Djien menambahkan kesederhanaan lukisan Affandi membuat siapa saja bisa menginterpretasikan makna di balik lukisan yang dia buat. Hal-hal yang dibawa oleh Affandi itu realis, ada dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tidak membutuhkan interpretasi yang rumit.

Pembicara selanjutnya yaitu Fadli Zon, SS, M.Sc., selaku redaktur majalah Horizon lebih banyak membahas minimnya peran pemerintah dalam dunia seni budaya. Di akhir presentasinya, Fadli mengutip apa yang dikatakan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin.

“Ali Sadikin pernah berkata bahwa lukisan-lukisan karya Affandi harusnya tidak boleh lari ke luar negri karena lukisan Pak Affandi adalah national pride,” ujar Fadli.

Di akhir diskusi diselenggarakan acara Melukis Bersama. Acara ini melibatkan puluhan seniman dari berbagai aliran lukisan. Kartika Affandi turut serta dalam kegiatan tersebut. Kartika melukis wajah Affandi, ayahnya sendiri.

Dalam diskusi sebelumnya Dr.St.Sunardi, Dr.M.Agus Burhan, dan Dr.Ir.Laretna Shita Adhisakti memaparkan kajian tentang sosok Affandi, Estetika Kreatif, dan Selera Arsitekturalnya.

Dr.M.Agus Burhan yang memaparkan latar belakang sosio kultural lukisan-lukisan yang dibuat oleh Affandi. Pembantu Rektor II ISI Yogyakarta ini menjelaskan kemerdekaan dan paska kemerdekaan Indonesia turut mempengaruhi aliran lukis Affandi. Menurutnya, ideology membangun Indonesia Baru yakni nasionalisme turut mempengaruhi karya-karya Affandi.

Burhan juga membagi perjalanan seni lukis Affandi ke dalam tiga tahap. Tahap pertama yaitu tahap pencarian merupakan tahap di mana Affandi memperdalam gaya realism. Puncak pencapaian tahap ini dapat dilihat pada lukisannya yang berjudul Iboekoe. Kemudian tahun-tahun 1936-1944, Affandi mulai masuk tahap invention. Pada tahap ini terjadi peralihan gaya lukis yakni dari impresionisme ke ekspresionisme.

”Ekspresionisme Affandi berbeda dengan ekspresionismenya Van Gogh. Ekspresionismenya Affandi lebih menonjolkan personal style dan spontanitas tinggi,” ujar Burhan.

Personal Style yang dimiliki Affandi tersebut tampak pada tahap ketiga sekitar tahun 1949-1955. Pada tahun-tahun itulah karya-karya lukis Affandi telah menemukan kekhasannya. “Perhatian pada humanism yang lebih condong pada sisi penderitaan dan ketertindasan, menyebabkan Affandi dikategorikan para pengamat sebagai pelukis kerakyatan,”tutur Agus Burhan.

Pembicara kedua yaitu Dr.St.Sunardi lebih banyak berbicara tentang pengalaman pribadinya dalam mengamati lukisan-lukisan Affandi. Menurutnya Affandi adalah contoh pelukis yang tidak mau didikte oleh garis-garis aliran tertentu.

“Saya menyebutnya garis Affandi yaitu garis antigravitasi yang tidak mau didikte oleh apapun. Garis ini mengantar kita ke suatu garis an arche atau keluar dari sesuatu yang baku atau mapan,” ujar Sunardi.