
Merespons gejolak politik di Turki, Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon, mengecam upaya kudeta militer terhadap pemerintahan yang sah di Turki.
“Saya mengutuk keras berbagai upaya kudeta militer di Turki yang ingin menggulingkan pemerintahan yang sah,” ujar Fadli dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (16/7/2016).
Menurutnya, sangat penting bagi semua pihak untuk mengakui pemerintah yang terpilh secara demokratis dan menghindari kekerasan serta pertumpahan darah.
“Turki sebagai negara besar, memainkan peranan penting dalam menjaga stabilitas di level regional dan juga global. Dan tentu upaya kudeta terhadap pemerintahan yang sah, hanya akan menimbulkan dampak negatif, tidak hanya bagi perkembangan demokrasi di Turki namun juga masyarakat internasional,” jelasnya.
Untuk itu, Fadli yang juga doktor Ilmu Sejarah UI itu mengajak, seluruh pihak terkait untuk menyelesaikan dinamika politik yang ada secara damai dan konstitusional sesuai dengan prinsip demokrasi dengan mengutamakan kepentingan rakyat Turki.
Diketahui, Militer Tukri pada Jumat (15/7/2016) atau Sabtu WIB mengklaim telah mengambil alih kuasa, sementara perdana menteri menyatakan upaya percobaan kudeta akan digagalkan, seraya menjamin pemerintahan terpilih masih punya kewenangan yang sah.
Jika berhasil, kudeta terhadap Presiden Tayyip Erdogan, berkuasa di Turki sejak 2003, akan menjadi pemindahan kuasa terbesar negara Timur Tengah itu, hingga mengubah tatanan negara sekutu terpenting Amerika Serikat di kawasan tersebut.
Perdana Menteri Binali Yildirim mengatakan, pemerintahan terpilih masih tetap berwenang atas jabatannya. Saat ini belum ada komentar langsung dari Presiden Erdogan. Namun, seorang sumber dari kantor kepresidenan mengatakan, presiden dipastikan aman.
Akibat percobaan kudeta itu, bandara pun ditutup, akses internet ke laman media sosial juga diputus. Bahkan tentara ikut menyegel dua jembatan Bosphorus, Istanbul yang salah satunya masih menyalakan lampu berwarna merah, putih, biru sebagai aksi solidaritas terhadap korban penabrakan truk di Prancis pada Hari Bastille sehari sebelumnya.
Televisi pemerintah TRT mengumumkan aturan jam malam di seluruh negeri. Penyiar membacakan pernyataan sesuai perintah militer, menuduh bahwa pemerintah telah mengancam demokrasi dan aturan hukum sekuler negara itu.