
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menilai masuknya Kejaksaan Agung dalam menyelidiki masalah yang menjerat Ketua DPR Setya Novanto terkait skandal saham PT Freeport Indonesia sarat muatan politik. Menurut Fadli, langkah institusi pimpinan mantan anggota Fraksi Nasdem HM Prasetyo itu merupakan suatu gerakan politik, bukan hukum.
Fadli mendasarkan tudingannya itu karena ada kesan Kejagung begitu mengistimewakan keterangan dari Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin.
“Karena Maroef Sjamsoeddin datang tengah malam, kok diistimewakan seolah darurat, ini ada apa? Karena Jaksa Agungnya dari partai politik, dari Nasdem,” kata Fadli di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 7 Desember 2015.
Dia merujuk pada kedatangan Maroef ke kantor Kejaksaan Agung pada Jumat dini hari, 4 Desember 2015, usai diperiksa di sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) di DPR. Selesai di MKD, Maroef saat itu langsung menyatakan siap di periksa Kejagung.
Maka Fadli meminta agar Jaksa Agung HM Prasetyo tidak memilah-milah kasus. Termasuk menyangkut kasus dugaan korupsi Bansos yang disebut-sebut menyeret Prasetyo.
“Jangan pilih-pilih kasus terus dijadikan alat politik. Dia kan disebut-sebut juga dalam kasus Bansos di Sumatera Utara,” ujarnya.
Sementara mengenai kasus Novanto, Fadli mengatakan kasus ini bermula dari permintaan seorang petinggi perusahaan swasta asing untuk bertemu pimpinan tinggi negara, dalam hal ini adalah Ketua DPR. Fadli meminta agar kasus ini tidak dijadikan bahan mengadu domba para pimpinan negara..
“Kita ini jangan di devide et impera, jangan diadu domba. Apalagi ujung-ujungnya untuk perpanjangan Freeport. Tindakan kejahatan apa yang terjadi, buktikan,” kata Fadli.