Sekjen HKTI: Harga Cabai Naik Bukti Pemerintah Gagal

Sekjen HKTI: Harga Cabai Naik Bukti Pemerintah Gagal

Harga Cabai Naik Bukti Pemerintah Gagal

Fadli Zon, Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) menegaskan, kenaikan harga Cabai rawit merah bukti pemerintah gagal dalam audit kemampuan produksi pangan.

Sebagaimana diketahui, dalam kondisi normal, harga Cabai rawit merah kurang dari 30 ribu/kg. Namun saat ini meningkat Rp 50 ribu/kg lebih. Bahkan kenaikan ini diperkirakan akan bertahan hingga Oktober.

Para pedagang mengaku kesulitan mendapat pasokan Cabai rawit merah akibat pasokan minim di pasar. Menteri Pertanian menyatakan bahwa harga Cabai naik karena distribusi yang tidak baik.

Menurut Fadli, pandangan Mentan ini bisa jadi keliru. Sebab, seharusnya saat ini sudah panen, namun karena Desember dan Februari lalu curah hujan tinggi, banyak tanaman yang mati dan busuk atau rusak.

“Banyak juga tanaman yang terserang jenis virus gemini atau daun kuning, serta virus akar.

Dan hal ini bukti bahwa pemerintah kurang serius menangani pertanian kita,” tegas Fadli mengkritisi, kepada Tribunnews.com, Jakarta, Sabtu (30/3/2013).

Fadli menegaskan, harusnya penerapan teknologi pertanian pada para petani kita bisa lebih ditingkatkan. Untuk bisa mengantisipasi faktor musim seperti kemarin.

Sebaiknya, Kementan jangan sampai melakukan analisa keliru seperti ketika bawang putih dan bawang merah melonjak harganya. Solusi harus tepat.

Lebih jauh, kenaikan harga ini bukti pemerintah gagal dalam audit kemampuan produksi pangan. Sebagaimana diatur dalam UU No.13/2010 tentang Holtikultura, dimana perencanaan holtikultura harus memperhatikan kepentingan petani, pertumbuhan penduduk dan kebutuhan konsumsi.

“Oleh karenanya, pemerintah harus melakukan audit kemampuan hasil panen yang akurat. Ini merupakan dasar perencanaan agar tak terjadi kelangkaan seperti saat ini,” ujarnya.

Selain itu, pemerintah juga harus menindak tegas kartel dan mafia holtikultura. Sebab ini yang seringkali melakukan permainan di pasar. Keberadaan mereka jelas melanggar UU No.5/1999.

“Sebenarnya mengurus Cabai tak sesulit mengurus beras, jagung, kedelai, tebu atau sapi. Kalau kita tak bisa mengurus Cabai, sulit mengurus yang lain,” kata Fadli.