
Fadli Zon, Wakil Ketua Umum Partai GERINDRA mengatakan maraknya praktik korupsi saat ini, terjadi karena memang desain politik dibentuk tanpa sistem hukum yang kuat.
Akibatnya hukum tak berwibawa dan menjadi subordinasi politik. Sistem hukum lemah sangat mendorong praktik politik yang cacat (deffective politics), dan korup. Pada akhirnya para koruptor bisa menjadi penguasa.
“Dengan posisi itulah, desain hukum kita direkayasa. Inilah yang saya sebut dengan demokrasi kriminal,” ungkap Fadli kepada Tribunnews.com, Jakarta, Selasa (5/2/2013).
Bahkan, menurutnya dengan akses terhadap sumber daya keuangannya, koruptor kemudian ikut berpolitik dan mengambil alih tongkat kuasa melalui pemilu. Sehingga ketika sudah berkuasa, korupsinya semakin hebat. Bahkan sistem hukumnya diperlemah untuk melanggengkan praktik korupsi.
“Terbentuklah rezim demokrasi kriminal dan ‘Republik Mafia,” tegas dia.
Selain itu, imbuh dia, pengadopsian Demokrasi liberal ala Barat berubah menjadi demokrasi kriminal. Sebab, sistem saat ini sangat kondusif bagi para penjahat untuk menjadi penguasa.
Pasalnya, kolaborasi kekuatan Uang dan Popularitas menenggelamkan politisi yang benar-benar amanah dan punya kapasitas.
karena itu, dia tegaskan, wajar jika demokrasi sulit menciptakan kesejahteraan bagi rakyat. Sebab, substansi demokrasi ini sudah dirampok para penjahat politik melalui praktik korupsinya. Akhirnya hanya segelintir elit yang sejahtera. Sedangkan rakyat terendam dalam kesengsaraan.
“Kita kini terjebak dalam suatu bentuk rezim demokrasi kriminal. Satu-satunya jalan adalah mengubah lapis kepemimpinan nasional: Revolusi dari Atas,” katanya.