Korupsi Perburuk Citra Parpol

Korupsi Perburuk Citra Parpol

Korupsi Perburuk Citra Parpol
Munculnya kembali politisi yang dijadikan tersangka kasus korupsi adalah bukti korupsi sudah sistemik. Korupsi bukan lagi kenyataan (fact of life) tapi sudah menjadi jalan hidup (the way of life) praktik politik saat ini.

“Peristiwa ini menandakan korupsi bisa terjadi pada siapa saja. Tak kenal latar belakang partai, ideologi, agama, etnis, profesi, usia atau gender. Bahkan beberapa kasus korupsi sudah merupakan mega korupsi (grand corruption) yang melibatkan figur-figur politik utama,” ujar poltisi Partai Gerindra, Fadli Zon, Kamis (31/1/2013).

Fadli Zon kemudian menyayangkan kejadian yang dialami Presiden PKS Lutfi Hasan Ishaq. Selain memperburuk citra politik Indonesia, juga menunjukkan tak adanya efek jera bagi para politisi kita untuk tak korupsi.

“Selain fokus menangani kasus korupsi yang baru, publik juga berharap agar KPK tetap konsisten memproses beberapa kasus korupsi yang masih belum tuntas seperti kasus Century, Hambalang, Simulator SIM rekening gendut polisi, korupsi di badan anggaran, dan beberapa kasus lainnya,” harapnya.

“Nasib bangsa saat ini salah satunya ada di tangan KPK. Partai GERINDRA mengajak publik untuk terus mendukung KPK dalam menuntaskan kasus korupsi yang ada. Jangan sampai KPK berpolitik atau melemah atas tekanan politik manapun,” ujarnya lagi.

Sebelumnya diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyakini tidak salah sasaran menjerat empat orang terkait kasus impor daging sebagai tersangka. Satu di antaranya yakni Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sekaligus anggota DPR Komisi 1, Luthfi Hasan Ishaaq.

Lembaga superbody pimpinan Abraham Samad Cs ini berkeyakinan adanya andil Lutfi dalam kasus tersebut. Sehingga penyidik KPK menyangkakan yang bersangkutan dengan Pasal 12 a atau b atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor.

Dalam Pasal tersebut tertuang tentang penyelenggara negara atau pegawai negeri yang menerima sesuatu mapun menjanjikan sesuatu lantaran pemberian sesuatu. KPK sejatinya siap membuktikan sangkaannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

“Kami ingin buktikan itu nanti di pengadilan. Menurut keyakinan kami ada dua alat bukti yang cukup yang sudah bisa dipakai sebagai dasar untuk mengklarifikasi seseorng diduga terlibat atau tidak terlibat,” kata Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto di kantornya, Kamis (31/1/2013).

Terlebih terang Bambang, Pasal 5 tidak hanya memuat mengenai barang, namun juga janji masuk ke dalamnya.

“Pasal 5 itu kan bukan hanya sekedar barang tapi janji juga bisa masuk situ. Memberi atau menjanjikan sesuatu untuk pemberinya. Yang saya ingin kemukakan itu bahwa janji juga bisa menjadi bagian dari ini,” ujar Bambang.

“Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya mereka berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Itu ada yang seperti itu. Ada juga pasalnya berkaitan degan pasal 11, pegawai negeri atau penyelenggara negara yg menerima hadiah atau janji gtu lho. Jadi bentuknya seperti itu,” tambahnya.