Hentikan Politik Belah Bambu, Tugas Polri adalah Mengayomi

Hentikan Politik Belah Bambu, Tugas Polri adalah Mengayomi
fadli zon
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon sangat menyayangkan isi pernyataan Kapolri dalam sebuah acara di Pondok Pesantren An Nawawi Tanara di Serang, Banten, Februari 2017. Meskipun itu adalah pernyataan lama, menurutnya isi pernyataan itu sangat tidak bijak. Apalagi, argumentasi Kapolri juga berangkat dari informasi sejarah yang tidak akurat.
“Meskipun itu adalah pernyataan lama, terus terang saya sangat menyayangkan isi pernyataan Kapolri dalam acara tersebut. Di tengah-tengah segregasi masyarakat akibat preferensi politik dan kondisi ekonomi, Kapolri seharusnya bisa menempatkan dirinya berada di tengah semua golongan, mengayomi seluruh anggota masyarakat,” ujar Fadli dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (2/2/2018).
Menurutnya, sesuai dengan amanat UUD 1945, yaitu Pasal 30 ayat 4, salah satu tugas polisi memang adalah mengayomi masyarakat. Tugas ini kembali ditegaskan dalam UU No. 2/2002 tentang Kepolisian, sebagaimana disebut dalam Pasal 2. Jadi, di tengah ketegangan dan segregasi sosial akibat menguatnya politik identitas, tugas polisi seharusnya adalah berusaha merangkul semua pihak, dan bukannya malah mempertajam perbedaan yang sudah ada di tengah masyarakat.
“Di luar soal bijak dan tidak bijak, hal yang paling saya sesalkan, pernyataan Kapolri tahun lalu itu juga ternyata tak didasari oleh pengetahuan sejarah yang akurat. Ini bisa sangat berbahaya,” katanya.
Fadli menambahkan, adalah sebuah fakta sejarah jika ummat Islam dan sejumlah organisasi keislaman memiliki saham yang besar dalam pendirian Republik ini. Dan yang turut membidani kelahiran Republik ini bukan hanya Muhammadiyah atau NU, tapi ada banyak organisasi lainnya. Sebagian organisasi itu bahkan masih eksis hingga saat ini. Sarekat Islam, misalnya, organisasi ini jauh lebih tua dari Muhammadiyah dan NU. Dari rahim organisasi ini kemudian lahir sebagian para pendiri negara kita. Dan organisasi ini masih eksis hingga hari ini.
“Atau, ada juga Jami`atul Kheir, yang embrionya telah dimulai sejak tahun 1901. Organisasi ini dikelola oleh para habib di Batavia. Mereka bergerak memberantas kebodohan dan kemiskinan ummat yang diakibatkan oleh kolonialisme. Sebagai kelompok bumiputera terbesar, Indonesia memang hanya bisa merdeka jika ummat Islam-nya maju dan merdeka kehidupan ekonominya. Dan itulah yang diperjuangkan oleh para habib di Jami’atul Kheir,” jelasnya.
Jadi, lanjut Fadli, di luar Muhammadiyah dan NU, yang kini menjadi organisasi keislaman terbesar, Republik ini juga turut didirikan oleh banyak organisasi keislaman lain.
”Kita punya Mathlaul Anwar, ormas Islam besar yang didirikan di Banten pada 1916. Kita juga punya Al Irsyad, Persis (Persatuan Islam), Al Washliyah, Perti (Persatuan Tarbiyah Islamiyah), ataupun Al Khoirat, yang merupakan organisasi keislaman terbesar di Sulawesi. Organisasi-organisasi ini, yang lahir jauh sebelum Indonesia merdeka, turut membidani kelahiran negara ini,” ungkapnya.
Karenanya, Fadli mengingatkan, aparat keamanan, yang seharusnya bertugas menjaga stabilitas dan ketertiban, sebaiknya tidak terjebak dalam permainan politik belah bambu. Jangan sampai kita memproduksi wacana seolah-olah ada kasta dalam organisasi keislaman di tanah air dalam hal kontribusinya kepada Republik. Kebhinekaan kita akan makin tidak terawat jika aparat keamanan justru malah menciptakan segregasi di antara ormas-ormas Islam.
Selain itu, pemerintah, juga Polri, jangan membiasakan diri untuk mengambil hati ormas tertentu sembari mengecilkan ormas lainnya. Itu pendekatan sosial yang keliru, karena Indonesia tak bisa dirawat hanya oleh Muhammadiyah dan NU saja. Itu sebabnya, semua komponen bangsa harus ikut diajak merawat dan menjaga Indonesia. Tidak boleh pilih-pilih.
“Jangan lupa, jika ummat dan ormas Islam lemah, atau terpecah-belah, yang akan rugi adalah kita semua. Sebab, jika ummat ini lemah, Indonesia juga akan lemah. Itu sebabnya kemarin saya menyarankan agar Kapolri merekrut konsultan atau staf khusus yang ahli dalam kajian keislaman di Indonesia. Ini bukan untuk menyindir, tapi benar-benar saran yang serius. Maksudnya, agar ke depannya setiap pandangan atau kebijakan Polri yang terkait persoalan keummatan tidak selalu berujung blunder,” pungkasnya.
Sumber