
Wakil Ketua DPR RI yang juga Ketua Tim Pengawas Otonomi Khusus Papua, Fadli Zon, menyatakan bahwa Kejadian Luar Biasa (KLB) campak dan malnutrisi di Asmat, Papua, adalah puncak gunung es masalah malnutrisi di Indonesia. Sama sekali tak ada kaitan dengan manajemen dana otonomi khusus (otsus) Papua, walau hal terakhir ini juga perlu segera dibenahi.
Kata Fadli, bagi pihaknya, soal KLB di Asmat dan dana otsus adalah dua hal berbeda.
Sekedar informasi, kata dia, berdasar data World Bank, 37 persen anak Indonesia memang mengalami malnutrisi, dan menjadi salah satu negara terburuk di dunia. Artinya, malnutrisi itu tak hanya terjadi di Asmat, namun juga di wilayah lain termasuk Jakarta.
“Jadi yang di Asmat hanya yang tampak, sebuah fenomena gunung es masalah sejenis di Indonesia,” kata Fadli, Sabtu (3/2).
Data World Bank itu sudah diakui oleh Kementerian Sosial, kata Fadli. Karena malnutrisi, maka anak di Asmat mudah terserang penyakit, termasuk campak. Fadli mengaku sudah bertanya kepada Kementerian Kesehatan dan ada pengakuan bahwa campak sebenarnya penyakit ringan dan seharusnya tak pernah muncul lagi di jaman ini.
“Tapi kok bisa muncul dan ada korban jiwa? Jadi ada atau tidak ada dana otsus Papua, masalah ini sebenarnya tak boleh terjadi. Ini soal vaksinasi, sanitasi, kebersihan, dan gizi,” kata dia.
Walau demikian, diakui dia juga bahwa soal dana otsus memang perlu juga diperhatikan. Sejak UU Otsus Papua disahkan pada 2001, sudah ada dana lebih dari Rp 60 triliun yang digelontorkan Pemerintahan Pusat ke Papua. Tahun lalu, angkanya adalah Rp5,6 triliun.
Kata Fadli, penggunaan dana otsus itu memang perlu dievaluasi, dan itu adalah domain pemerintah untuk mengerjakannya. Semisal, sebenarnya salah satu amanat UU Otsus adalah dibuatnya peraturan daerah khusus (perdassus) soal dana otsus. Namun sampai sekarang itu tak pernah ada.
“Kami sudah usul beberapa kementerian terkait mengatur penggunaan dana otsus. Sekarang dananya ada yang dibagi di pusat sekian persen, di kabupaten kota ada sekian persen. Belum ada standar penggunaan dana otsus,” jelasnya.
“Belum lagi soal efektivitasnya, apakah tepat sasaran, dan sebagainya. Ini harus dibuat standarnya.”
Tim Pengawas Otsus Papua di DPR sudah banyak mengusulkan langkah ke pemerintah, namun eksekusi tak kelihatan. Kata dia, domain utama DPR adalah legislasi, dan sudah mengusulkan adanya revisi UU Otsus supaya memperbaiki praktik yang kini berlangsung. Tapi pemerintah belum mau karena belum siap.
“Kita sudah usulkan selama dua tahun ini. Pemerintah yang belum siap,” kata Fadli Zon.